Dari Sejarah Alkitab Indonesia
Kitab Hakim-Hakim menggabungkan fragmen-fragmen sejarah Israel sejak kematian Yosua sampai kepada pelayanan Samuel, suatu periode yang mencakup kira-kira 330 sampai 400 tahun. Setelah kematian Yosua, tak ada lagi pemimpin nasional yang diangkat oleh Allah untuk menggantikannya, dan masing-masing suku bertindak atau memerintah sendiri-sendiri (Hakim-hakim 1:1 - 2:23). Kemudian tujuh kemurtadan besar dicatat yakni pada saat bangsa Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan (Hakim 2:11; 3:7,12; 4:1; 6:1; 10:6; 13:1). Dalam setiap peristiwa itu, umat Israel selalu dikalahkan oleh musuh, harta mereka dirampas dan mereka tertawan dan tertindas. Namun, ditengah-tengah situasi sulit itu, pada saat umat berdoa, maka Allah membangkitkan pemimpin yang melepaskan mereka sehingga mereka dapat merasakan kembali ketenteraman dan kemakmuran. Namun keadaan berubah kembali setiap kali mereka berpaling dari Tuhan (Fsl 3 -- 16).
Kita diperkenalkan kepada seorang wanita, yaitu nabiah Debora, dan ke dua belas hakim yang diangkat di tempat dan waktu yang berbeda-beda. Mereka disebut ?pelepas? karena mereka melepaskan bangsa itu dari sikap tidak mengindahkan Firman Allah dan dari musuh-musuh mereka yang menindas. Para pelepas itu adalah Otniel (Hakim 3:5-11); Ehud (Hakim 3:12-30); Samgar (Hakim 3:31); Debora/Barak, yang memerintah bersamaan waktu (Hakim 4:1 - 5:31); Gideon (Hakim 6:1 - 8:32); Tola (Hakim 10:1-2); Yair (Hakim 10:3-5); Yefta (Hakim 10:6 - 12:7); Ebzan (Hakim 12:8-10); Elon (Hakim 12:11-12); Abdon (Hakim 12:13-15); and Simson (Hakim 13:1 - 16:31). Anak Gideon yaitu Abimelekh tidak disebut sebagai hakim oleh Allah, karena ia berbuat jahat dengan merampas takhta pemerintahan dan ia menjadi raja bagi orang-orang Efraim selama tiga tahun (Hakim 9:1-54). Di dalam kitab I Samuel, imam Eli dan nabi Samuel juga disebut sebagai hakim.
Kemungkinan ada lebih banyak hakim lagi dan periode pemerintahan mereka mungkin tumpang tindih. Hakim-hakim itu tidak menguasai seluruh suku, melainkan tampaknya masing-masing berkuasa atas sesuatu wilayah tertentu di mana penindasan sedang terjadi. Di saat tak ada pemimpin atau pemerintahan nasional, kejahatan dan kekacauan rohani merajalela. Namun, penyebab utama kegagalan Israel disebutkan dua kali: Setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri (Hakim 17:6; 21:25) -- yang berarti bahwa mereka tidak mengindahkan Firman Allah sebagai kekuasaan tertinggi atas kehidupan mereka.
Sangat menyedihkan karena di dalam kitab Hakim-Hakim ini kita membaca mengenai ketidakpedulian mereka terhadap Firman Allah yang membawa penderitaan dan perbudakan atas bangsa itu. Namun, kita bersukacita dalam menyaksikan kemurahan Allah yang ditunjukkanNya ketika orang-orang berdoa dan mematuhi FirmanNya.
Kebanyakan suku Israel tidak mengindahkan perintah Tuhan agar mengusir semua orang Kanaan yang masih menduduki wilayah mereka (Yosua 17:18). Sebaliknya, bangsa Israel berkompromi dengan mereka dengan mengangkat orang-orang Kanaan sebagai budak dan mempekerjakan mereka pekerjaan-pekerjaan yang berat dan mengenakan pajak berat (Hakim 17:13). Keadaan ini lambat laun menyebabkan mereka kawin mawin dan akhirnya menjerumuskan umat Israel ke dalam penyembahan dewa-dewa Kanaan. Konsekuensinya adalah bahwa Allah menarik perlindunganNya atas umat Israel sehingga mereka menjadi mangsa serangan bangsa-bangsa kafir.
Fasal-fasal akhir (Hakim 17-21) bukan merupakan lanjutan sejarah Israel, melainkan berisi penjelasan tentang degradasi moral dan spiritual yang dialami bangsa Israel akibat ketidakpedulian mereka terhadap Tuhan dan firmanNya.
Keberdosaan, penderitaan, dan perhambaan yang dialami umat ini jelas berlawanan dengan kemenangan dan kebebasan yang dilaporkan dalam Kitab Yosua sebagai akibat kesetiaan umat kepada Tuhan. Kitab Hakim-Hakim mengajar bahwa ketidaktaatan kepada Firman Allah selalu membawa kekalahan. Sebaliknya, ketaatan kepada Firman Allah menjamin perolehan berkat-berkatNya.
Bibliografi | |
Artikel ini diambil dari: |