Sejarah Alkitab Indonesia

Gereja Jawa Tengah Utara

Bagikan ke Facebook

Dari Sejarah Alkitab Indonesia

Langsung ke: navigasi, cari
Sejarah Gereja di Indonesia
Sejarah Alkitab Daerah di Indonesia



Permulaan Gereja Kristen di Jawa Tengah Utara tidaklah berbeda dengan Jawa Timur dan Jawa Tengah Selatan. Di situ juga segala usaha terjadi atas inisiatif pribadi, atas kesaksian dan kegiatan beberapa orang Kristen yang benar. Dalam pada itu kita tidak melupakan nama G. Brückner, seorang pekabar Injil NZG yang berasal dari Jerman, yang ditempatkan di Semarang pada tahun 1815. Ia masuk golongan para pekabar Injil yang pertama-tama diutus oleh NZG ke Indonesia dan yang dipekerjakan di dalam Gereja Protestan yang sangat kekurangan tenaga-tenaga itu. Tetapi Brückner tidak menyetujui praktek Gereja yang sangat lalai dalam segala usahanya misalnya dalam hal pembaptisan. Akibatnya ialah bahwa setahun kemudian ia meninggalkan pekerjaannya dengan maksud akan bekerja sebagai seorang pekabar Injil. Iapun menerima dukungan dari perhimpunan Baptis di Inggris untuk beberapa tahun lamanya.

Pada akhirnya ia bekerja secara perseorangan, ia menyerahkan segala tenaganya untuk pekerjaan perpustakaan. Bukan saja diterbitkannya surat-surat selebaran, melainkan juga terjemahan Perjanjian Baru dalam bahasa Jawa (1830). Pada tahun 1849 ia meninggal dunia di Salatiga. Sayang bahwa tidak ada suatu jemaatpun yang didirikannya.

Seorang pekabar Injil yang kemudian dikirim oleh NZG ke Semarang berhasil mengumpulkan beberapa golongan Kristen di sekitar Semarang. Pekabar Injil itu ialah Hoezoo, yang memulai pekerjaannya pada tahun 1849. Dalam mendekati orang-orang Jawa Hoezoo tidak usah lagi membuka jalan-jalan baru, sebab jalan-jalan itu sudah ada Injil sudah tersebar dari Mojowarno sampai ke Kayuapu (1853), Rembang (1854), Salatiga (1855), Ngalapan (Pati 1859). Bibit-bibit yang ditaburkan oleh para penginjil Jawa sudah bertumbuh dan memunculkan beberapa golongan kecil di sana-sini. Kita ingat juga bahwa justru daerah itu merupakan daerah pengaruh Tunggul Wulung. Juga pekerjaan Sadrakh ada sangkut-pautnya di daerah itu.

Tetapi kejadian yang baru dan yang berarti untuk masa kemudian ialah suatu jemaat rumahtangga di perkebunan Simo, dekat Salatiga. Jemaat itu dimunculkan oleh kesaksian seorang wanita Belanda ialah Nyonya Le Yolle. Kegiatannya hampir sama dengan kegiatan kedua wanita yang sudah kita lihat pekerjaannya di Jawa Selatan. Pada tahun 1855 pekabar Injil Hoezoo sudah dapat melayani pembaptisan yang pertama. Pada tahun 1857 jemaat yang kecil itu berpindah ke Ngemoh berhubung dengan keadaan ekonominya yang merosot. Seorang penginyil dari Mojowarno, yaitu Petrus Sedoyo, memimpin jemaat itu, yang pada hakekatnya merupakan jemaat yang pertama di Jawa Utara.

Nyonya Le Yolle tidak melupakan Ngemoh, sesudah ia kembali ke tanah airnya. Suatu jemaat Belanda yang sangat giat dalam usaha pekabaran Injil, yaitu Ermelo mengutus seorang pekabar Injil ke Ngemoh atas anjurannya. Pada tahun 1868 De Boer tiba di Ngemoh. Dengan susah payahnya ia membawa banyak orang Jawa masuk agama Kristen, sampai waktu meninggalnya pada tahun 1891. Tetapi jemaat Ermelo yang kecil itu tidak sanggup mengerjakan sendiri daerah yang begitu luas di Jawa Utara itu. Suatu perhimpunan Pekabaran Injil di Jerman, yaitu "Neukirkhener Missionshaus", yang baru didirikan pada tahun 1880, memberikan pertolongan sejak tahun 1884. Dengan itu maka sebagian besar dari daerah Jawa Utara, yaitu mulai dari Tegal sampai ke Rembang dan Bojonegoro dikerjakan oleh mereka yang kemudian terkenal dengan nama "Pekabaran Injil Salatiga".

Perhimpunan itu membawa suatu anasir yang baru ke dalam sejarah Gereja Indonesia, oleh karena mereka mempunyai sifat "Alliance". Gejala pietisme yang lama dihidupkan kembali di dalam "Alliance" itu. Organisasi gereja dan pejabat-pejabat gereja sama sekali tidak dipentingkan. Tujuan serta intisari cita-citanya ialah perhimpuanan dari mereka, yang memang benar-benar hidup di dalam iman sebagai anak-anak Allah. Oleh karena itu mereka berpendapat, bahwa hanya dalam iman saja, dengan dipimpin oleh Tuhan sendiri, segala sesuatu harus dilaksanakan. Itulah sebabnya usaha mereka disebut "faith mission" -- usaha pekabaran Injil di dalam iman Organisasi keuangan dan sebagainya tidak boleh dititikberatkan. Di dalam iman segala sesuatu berjalan dengan lancar, demikian kata mereka. Misalnya gaji-gaji yang tetap ditolak oleh mereka. Dibagilah di antara mereka apa yang didapat oleh teman-teman mereka di Jerman dan Belanda. Pimpinan atas pekerjaan mereka tidak juga diperlukan. Mereka bekerja secara bebas, perhubungan mereka seorang dengan yang lain merupakan "perhimpunan para pekabar Injil Salatiga".

Tidak mengherankan bahwa mereka tidak menuju kepada didirikannya suatu Gereja beserta organisasinya. Di Jawa Tengah Selatan dan Jawa Timur dengan giat dan penuh perhatian Gereja-gereja disusun, sedangkan mereka hanya membentuk suatu "Parepatan Agung" saja, yaitu suatu permusyawaratan di antara jemaat-jemaat. Parepatan Agung ini tidak mempunyai hak dan kekuasaan atas jemaat-jemaat. Dengan itu boleh dikatakan bahwa sifat mereka sesuai dengan "kongregasionalisme".

Akan tetapi tidak dapat dikatakan bahwa perbedaan mereka dengan perhimpunan Pekabaran Injil di daerah-daerah yang lain sedemikian rupa, hingga mereka tak dapat bekerja sama. Sebaliknya, praktek se-hari-hari daripada Pekabaran Injil mereka hampir sama denan praktek di daerah-daerah yang lain. Cita-cita dan tujuan mereka ialah supaya sebanyak mungkin orang mengenal Tuhan Yesus Kristus.

Berangsur-angsur mereka memperluas daerah-daerah pekerjaan mereka. Dari Ngemoh-Wonorejo dan Salatiga mereka pergi ke Tingkir, Ambarawa, Kalianget dan Ungaran untuk mendirikan jemaat-jemaat, lalu dari sana mereka menuju ke sebelah barat sampai Kendal, Pekalongan dan Tegal, yang sudah ditinggalkan oleh pekabar-pekabar Injil dari NGZV. Semarang diambil alih dari NZG (Hoezoo) dan ke arah Timur mereka sampai ke Purwodadi, Blora dan Bojonegoro.

Juga usaha persekolahan tidak diabaikan, namun kegiatan mereka dilapangan itu tidak sejalan dengan kejadian di dalam daerah-daerah yang lain. Yang diutamakan ialah sekolah-sekolah rakyat. Untuk mendidik guru-guru sekolah maka sebuah sekolah guru dibuka di Tingkir sejak tahun 1908 - 1932.

Usaha pengasihan mendapat pula perhatian mereka. Tiga buah rumah sakit beserta dengan sejumlah besar poliklinik dibuka oleh mereka. Dan untuk memperoleh guru-guru Injil dibukalah sebuah sekolah "Sabda Mulya" sejak tahun 1930 di Ungaran.

Pada tahun 1940 terkumpullah di daerah itu kira-kira 6000 orang yang sudah dibaptiskan, di antaranya 3.400 anggota yang tetap. Mereka terdapat di dalam 5 jemaat yang sudah mempunyai majelisnya sendiri. Di samping itu terdapat 42 jemaat yang belum dilantik, serta kira-kira 60 tempat evangelisasi.

Disebabkan berkobarnya perang dunia kedua pada tahun 1940 maka hampir semua bantuan secara personil dan materiil terputus. Suatu masa yang sangat sulit menimpa mereka. Pada zaman Jepang dan pada masa revolusi daerah-daerah itu terpisah-pisah satu sama lain. tidak heran bahwa pada saat itu timbullah tujuan yang sangat indah, supaya orang-orang Kristen Jawa dipersatukan dalam satu Gereja. Langkah yang pertama dan terpenting untuk mewuyudkan cita-cita itu ialah pernyataan yang dibuat dengan Gereja Kristen Jawa Selatan yang diputusakan pada tahun 1949 (lih. hlm. 184). Sejak itu Gereja Kristen Jawa Tengah mengumpulkan segala orang Kristen di daerah Jawa Tengah dari Tegal sampai Bojonegoro, dan Cilacap sampai ke Gunung Kidul, terkecuali daerah di sekitar Muria, yang dikerjakan oleh suatu Gereja tertentu.

Patut ditambahkan, bahwa sejak tahun 1953 segolongan orang Kristen Jawa Utara yang berasal dari Parepatan Agung berpisah lagi dari kesatuan yang baru tercapai itu. Dengan memakai nama yang lama mereka membentuk Gereja tersendiri.


Catatan: dialihaksarakan ke ejaan baru oleh SABDA
Bibliografi
Artikel ini diambil dari:
Kruger, Dr. Th. Muller. 1966. Sejarah Gereja di Indonesia. Badan Penerbitan Kristen-Djakarta.
kembali ke atas