Sejarah Alkitab Indonesia

Musaiyah Versus Haruni

Bagikan ke Facebook

Dari Sejarah Alkitab Indonesia

Langsung ke: navigasi, cari
Taurat, Persaingan Dua Komunitas Imam

Daftar isi

Tradisi J, Komunitas Haruni

Tradisi J yang ditulis oleh komunitas yang sedang menikmati posisi elite, memaparkan refleksi kisah yang melegitimasi situasi politis dan religi yang menguntungkannya. Teks tradisi J ditulis sebagai pengokohan posisi yang telah diraih komunitas penulisnya. Karenanya, teks tradisi J adalah bentuk legitimasi politis, geografi, dan monarki Jehuda, sekaligus legitimasi sistem religi yang dioperasikan komunitas Haruni. Manuskrip tradisi J menurut R.E. Friedman diperkirakan ditulis dalam periode 848-722 SM. Yaitu sebelum kejatuhan Kerajaan Israel (Utara), tahun 722, karena mengisahkan penyebaran suku Simeon dan Lewi, tetapi tidak mengisahkan penyebaran suku Israel lainnya (yang terjadi setelah kejatuhan Israel karena serangan Assiria). Dan sesudah perpecahan kerajaan paska-Salomo, karena ada penekanan pada pentingnya tabut perjanjian, larangan penyembahan patung emas (di Israel), serta kampanye negatif Judea terhadap Israel. Penyempitan periode hingga tahun 848 SM didasarkan penulisan kisah kemerdekaan Edom dari Judea, yang terjadi pada masa Raja Yoram (848-842SM).

Tradisi E, Komunitas Musaiyah

Teks tradisi E lahir dari situasi kegetiran marginal, ditulis oleh komunitas yang tersingkir dari posisi elite keagamaan, sehingga memaparkan refleksi yang melegitimasi situasi politis, tetapi mengkritisi konsep religi pesaingnya (baik di Jerusalem maupun di Bethel). Agar bisa kembali ke posisi elite, komunitas penulis teks E tetap membutuhkan wadah politis. Dan itu hanya dalam kerangka kerajaan Israel, bukan Jehuda. Karenanya, tradisi E melegitimasi politik, geografi, dan monarki Israel, tetapi menolak konsep religi yang dioperasikan imam-imam non-Lewi di Bethel, dan eksklusivitas imam Haruni di Jerusalem. Manuskrip tradisi E masih menurut R.E. Friedman diperkirakan ditulis dalam periode 25 tahun terakhir sebelum kejatuhan Israel tahun 722 SM.

  1. Kenangan terhadap kejayaan leluhur di masa lalu menyebabkan penulis tradisi E memulai penulisan teks dengan kerangka sejarah sakral bangsa Israel. Bermula dari kisah singkat para bapa bangsa (mulai dari Abraham), dan berpuncak pada Musa. Tradisi E cenderung meng-aggrandisasi (membesarkan) peran Musa. Maka tampillah Musa sebagai sosok istimewa. Peristiwa yang mengkisahkan ketokohannya menempati porsi besar dalam teks tradisi E. Perjumpaan Musa dengan Tuhan yang memperkenalkan namanya, di Sinai, menjadi tonggak utama konsep penulisan tradisi E.
  2. Kegetiran terhadap ketersingkiran dari posisi imam (secara tak langsung oleh komunitas Haruni di Jerusalem) pada jaman Salomo, menyebabkan penulis tradisi E cenderung men-denigrasi (mengecilkan) peran Harun. Maka Harun nyaris tak berperan dalam berbagai kisah tradisi E, atau digambarkan buruk.
  3. Harapan untuk kembali ke panggung resmi pusat religi, membuat penulis teks tradisi E berorientasi dan melegitimasi aspek politis, monarkis, dan geografis Israel (Utara). Lihat MT3 - Jahwis Versus Elohis.
  4. Ketersingkiran dari posisi imam untuk keduakalinya (secara tak langsung oleh komunitas imam non-Lewi di Bethel) pada jaman Jerobeam, menyebabkan penulis tradisi E mengajukan konsep keimaman tersendiri. Tradisi E menolak konsep keimaman Jerusalem yang dikuasai keluarga keturunan Harun (komunitas Haruni) dan keimaman Bethel yang dikuasai non-Lewi. Menurut tradisi E, keimaman adalah hak eksklusif orang Lewi saja (negasi untuk konsep keimaman Bethel). Semua orang Lewi (general) bisa menjadi imam, bukan hanya orang Lewi tertentu (partikular), misalnya keturunan Harun saja (negasi untuk konsep keimaman komunitas Haruni di Jerusalem).

Legitimasi dan Kritik Religi

  1. Kritik terhadap konsep pesaing Insiden "patung-anak-lembu-emas" dalam manuskrip tradisi E mengandung kritik terhadap praktek keimaman, baik pada sistem religi di Israel maupun di Judea.
    1. Di mata penulis tradisi E, Harun adalah lambang ketersingkiran komunitas Musaiyah dari Jerusalem di masa Salomo. Maka dalam manuskrip tradisi E, Harun, leluhur komunitas imam Haruni di Jerusalem, dikisahkan berlaku bidat dan tidak terpuji, dalam kisah "patung-anak-lembu-emas" [Kel 32] dan "Miryam-Si-Putri-Salju" [Bil 12]. Pengkisahan sikap kebidatan Harun sudah bisa menjadi dasar kuat untuk menolak keabsahan keturunannya sebagai imam. Sebaliknya, pengkisahan seluruh orang Lewi (kecuali Harun) yang tunduk pada perintah Tuhan, dijadikan dasar legitimasi pemberian hak keimaman untuk seluruh orang Lewi.
    2. Di mata penulis tradisi E, lembu emas yang dibuat Jerobeam sebagai kaki altar di Bethel adalah lambang ketersingkiran komunitas Musaiyah, dan "pengkhianatan" Jerobeam yang telah didukung dan ditahbiskan sebagai raja. Maka dalam manuskrip tradisi E, lembu emas dijadikan sebagai lambang "pengkhianatan" bangsa Israel terhadap Tuhan yang baru saja membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir.
  2. Persaingan ikon religi Masing-masing tradisi hanya mengisahkan ikon religi yang terdapat dalam komunitasnya.
    1. Tabut Perjanjian Teks J dalam Kitab Bilangan [Bil 10:29] dimulai dengan kisah keberangkatan ke Kanaan dari Sinai. Tabut perjanjian ditempatkan di depan iring-iringan. Teks J yang lain menyebutkan bahwa Tabut Perjanjian tersebut sangat berperan dalam keberhasilan perjalanan mereka. (Dengan kata lain, kesuksesan militer Israel ditentukan oleh tabut ersebut). Tabut Perjanjian adalah ikon terpenting Kuil Salomo (Baitallah Pertama) di Jerusalem. Tradisi J memperlihatkan pandangan tentang pentingnya Tabut Perjanjian, sementara tradisi E sama sekali tidak berkisah tentangnya. Tradisi E dalam insiden "patung-anak-lembu-emas" bahkan mengkisahkan Musa yang melemparkan dua loh batu yang baru saja dibawanya turun, ke patung tersebut, hingga semuanya hancur. Dengan kata lain, teks E ingin mengatakan bahwa Tabut Perjanjian di Jerusalem tidak berisi loh batu, (karena telah hancur) atau jika berisi, pasti loh batu yang tidak asli.
    2. Kemah Pertemuan atau Tabernakel Tradisi E menekankan pentingnya Kemah Pertemuan sebagai lambang kehadiran Tuhan di tengah-tengah mereka. (Kel 33:7-11]. Menurut kitab Samuel, Raja-raja, dan Tawarikh, Tabernakel adalah tempat utama untuk pemujaan Tuhan hingga diganti dengan kuil (permanen) yang dibangun oleh Salomo. Sebelum itu, penempatan Tabernakel selalu diasosiasikan dengan Shiloh. Tradisi E memperlihatkan pandangan tentang pentingnya Tabernakel, sementara tradisi J sama sekali tidak berkisah tentangnya.

Perspektif Persaingan Tradisi Keimaman

Dari perspektif keberadaan dua komunitas imam penting ini, lima Kitab Taurat (Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan) adalah rekaman "persaingan" para imam dari tradisi yang berasal dari komunitas keturunan Musa (Musaiyah) dan Harun (Haruni). Persaingan nyata antara komunitas Musaiyah dengan Haruni ini berjalan selama berabad-abad, "memperebutkan" hak prerogatif dan legitimasi sebagai imam, yang pada gilirannya mendatangkan wewenang dan pendapatan. Pengumpulan, penyuntingan dan penyatuan beberapa kitab dari berbagai tradisi, menjadi kumpulan Kitab Taurat di masa Ezra pada abad-5SM, adalah reunifikasi berbagai tradisi yang pada mulanya satu juga. Namun pada saat yang sama, berarti pengaburan informasi latarbelakang dan karakteristik masing-masing tradisi. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam mengapresiasi pesan dan makna yang mula-mula terkandung di dalamnya, pada saat penulisannya. Pemahaman makna kandungan Alkitab (baik segi positif maupu positifnya) dari alur tradisi masing-masing sumber, memungkinkan dilakukannya transsignifikasi, yang mampu menempatkan relevansi Alkitab dalam konteks kehidupan kini dan di sini.

Bersambung ke MT3 - Jahwis Versus Elohis

Bandung, Maret 2002
Heri Muliono


Bibliografi
Artikel ini diambil dari:
Milis i-kan-untuk-CyberGki, 27 Maret 2002. Oleh Heri Muliono http://www.gki.or.id
kembali ke atas