Sejarah Alkitab Indonesia

Kanon dan Apokrif

Bagikan ke Facebook

Dari Sejarah Alkitab Indonesia

Langsung ke: navigasi, cari
Buku Hijau
Sejarah Alkitab di Indonesia
Sejarah Alkitab Daerah Indonesia
Sejarah Alkitab di Luar Indonesia
Biblika
Doktrin Alkitab
Pengantar dan Garis Besar Kitab
Studi Kata Alkitab



Daftar isi

Kanon

Artikata

Kata "kanon" aselinya suatu kata Yunani. Mula-mula kata itu berarti: gelagah semacam tumbuhan. Batang gelagah dipakai untuk mengukur sesuatu. Kata "kanon" lalu mendapat arti: apa yang diukur dan khususnya: apa yang mengukur, pengukur, ukuran. Misalnya undang dapat dikatakan "kanon"; juga apa yang ditetapkan dapat disebut demikian. Misalnya: bagian tetap dalam misa dinamakan "kanon". Kitab Suci adalah "ukuran iman" keristen. Karena itu Kitab Suci dikatakan "kanon iman". Tetapi Kitab Suci yang menjadi "ukuran iman" sendiri juga ditetapkan. Hanya kitab-kitab tertentu sajalah termasuk kedalam ukuran iman itu, yakni Kitab Suci. Nah, jumlahnya kitab-kitab yang termasuk kedalam Kitab Suci, atau "daftar kitab-kitab suci" disebut juga "kanon". Dengan demikian "kanon" sehubungan dengan Kitab Suci berarti: Daftar kitab-kitab yang termasuk kedalam Kitab Suci dan karenanya menjadi ukuran iman. Istilah itu mulai dipakai semenjak abat IV Masehi.

Wibawa resmi (gerejani) menetapkan kitab-kitab manakah termasuk kedalam Kitab Suci. Dengan penetapan resmi sedemikian salah satu kitab menjadi "kanonik", artinya: termasuk kedalam kanon Kitab Suci. Penetapan dari pihak wibawa yang berwenang tidak membuat salah satu kitab menjadi Kitab Suci. Itu tergantung se-mata-mata pada inspirasi kitab itu. Tetap wibawa itu menerangkan bahwa kitab itu sungguh diinspirasikan dan karenanya oleh kaum beriman harus diakui juga sebagai Kitab Suci. Berkat penetapan yang berwibawa itu kaum beriman dengan pasti tahu kitab-kitab manakah sungguh Kitab Suci.

Sejarah pembentukan Kanon

Daftar Kitab-kitab Suci tidak sekali jadi ditetapkan, melainkan lama kelamaan tumbuh dan terbentuk. Lain dari agama Islam, agama Perjanjian Lama dan agama Keristen tidak bertumpu per-tama-tama pada sebuah kitab ilahi, melainkan pada sabda yang hidup dan tradisi iman. Kanon Perjanjian Lama dan Kanon Perjanjian Baru masing-masing mempunyai sejarahnya sendiri.

Kanon Perjanjian Lama

Tidak ada kepastian tentang kapan umat Israil mengakui salah satu kitab sebagai kitab ilahi yang berwenang. Tetapi sudah barang tentu sejak dahulu kala sabda kenabian dan undang-undang dianggap berwenang ilahi, juga apa bila tertulis. Dalam tahun 621/622 seb. Masehi diketemukan dalam Bait Allah di Yerusyalem suatu kitab (sebagian dari kitab Ulangtutur; bdk.2Raj. 22:2-10;2Taw. 34:3-12). Tetapi tidak jelas jugalah apakah kitab itu diakui kitab ilahi oleh seluruh umat. Sesudah pembuangan ada kitab Taurat Musa (th. 398 seb. Mas,; bdk. Ezr. 7:6,10; Neh. 8:1). Lama kelamaan kitab-kitab lain ditambahkan. Sekitar tahun 130 seb. Mas. kebanyakan kitab sudah ada (bdk. Putera Sirah: Prakata; ia membilang tiga kelompok kitab, yakni: Taurat Musa, Kitab-kitab kenabian dan "kitab-kitab lainnya"). Tetapi perkembangan belum selesai dan berlangsung terus. Sehubungan dengan beberapa kitab ada keraguan antara orang Yahudi. Mereka tidak sependapat sehubungan dengan jumlahnya kitab yang harus diterima. Sekitar tahun 0 kaum parisi menerima hanya kitab-kitab yang ditulis dengan bahasa Hibrani (sebagian Aram). Kaum Saduki mengakui Taurat Musa saja sabagai kaidah (kelima kitab Musa).

Kaum Yahudi yang memisahkan diri dari agama Yahudi resmi dan yang pusatnya di Qumran kiranya mengakui juga beberapa karangan yang penting bagi mereka sendiri. Diluar Palestina khususnya di Iskandria, orang-orang Yahudi menerima sebagai Kitab Suci beberapa buku yang dikarang dalam bahasa Yunani atau hanya terpelihara dalam terjemahan Yunani. Akhirnya diantara orang-orang Yahudi ada dua kanon, yakni satu yang diterima di Palestina dan yang lain di luar Palestina, diperantauan, khususnya di Iskandria. Kanon di Palestina itu ditetapkan oleh suatu rapat para rabbi di Yamnia pada tahun 100 Masehi. Hanya diterima kitab yang dikarang dan terpelihara dalam bahasa Hibrani (Aram). Yang lain, yakni yang tertulis dalam bahasa Yunani atau terpelihara dalam terjemahan saja ditolak. Diterima sebagai Kitab Suci: Taurat Musa (Lima kitab), Kitab Yosyua, Hakim-hakim dengan kitab Rut, Kitab Samuel, Kitab Raja-raja, Kitab Tawarikh, Kitab Esra/Nehemia, Kitab Ester, Kitab para nabi, yakni: Yesaya, Yeremia dengan Lagu-lagu Ratap, Yeheskiel Daniel dan XII nabi kecil, Kitab Mazmur, Amsal, Iyob, Madah Adung, Pengkhotbah. Jadi jumlahnya 35 (39 jika Kitab Samuel, Raja, Tawarikh dan Esra/Nehemia dibagi menjadi dua).

Tetapi terjemahan Yunani Perjanjian Lama, yaitu Septuaginta yang ber-angsur-angsur dibuat diluar Palestina antara tahun 300-100 seb Mas. memuat beberapa kitab lain lagi. Kitab-kitab tambahan itu lebih kurang diakui Kitab Suci oleh orang Yahudi diperantauan dan mungkin oleh beberapa kalangan di Palestina juga. Daftar Kitab Suci itu lazimnya disebut "kanon Iskandria", oleh karena terutama dikota itu diterima. Kanon itu memuat disamping kitab-kitab dari kanon Palestina 7 (8) buah kitab lain, yakni: Tobit. Yudit, Makabe I dan II, Kebijaksanaan, Putera Sirah dan nabi Barukh (dengan Surat Yeremia). Maka kitab-kitab kanon ini berjumlah 42 (43). Terjemahan Yunani itupun memuat dalam Kitab Daniel (Dan 3:24-90; 13-14) dan dalam Kitab Ester (Est 1:1a-r; 4:8a-b, 17a-z; 5:1a-b; 8:12a-v; 10:3a-l) beberapa bagian yang tidak terdapat dalam naskah Hibrani. Perbedaan tersebut antara kedua kanon itu juga nampak dalam istilah yang biasanya dipakai. Kitab-kitab yang terdapat dalam kedua kanon itu disebut "proto-kanonik" dan kitab-kitab serta bagian yang hanya diketemukan dalam kanon Iskandria dinamakan "deutero-kanonik". Oleh kalangan Keristen yang tidak katolik kitab "deutero-kanonik" dinamakan "apokrif". P

erbedaan pendapat diantara orang Yahudi tentang daftar kitab-kitab suci beberapa lamanya berlangsung juga diantara orang-orang Keristen. Pengarang-pengarang Perjanjian Baru menggunakan terjemahan Yunani tersebut dengan daftar panjangnya. Namun demikian mereka tidak menyajikan dengan tegas suatu daftar lengkap dan tidak terang apakah mereka menganggap semua kitab (dari kanon Iskandria) sama berharga dengan kitab dari kanon Palestina. Orang Keristen disebelah Barat menerima kanon Iskandria itu. Tetapi disebelah Timur ada keraguan tentang kitab-kitab deutero-kanonik, terutama setelah kanon Palestina mulai diketahui. Lama-kelamaan anggapan Barat diterima umum dan ber-abat-abat lamanya kanon itu diterima diseluruh Gereja. tetapi dijaman reformasi keraguan muncul kembali. Luther dan Calvinus lalu mengakui hanya kanon Palestina, pada hal Gereja Katolik dalam konsili di Trente (th 1546) secara definitif meneguhkan kanon Iskandria. Maka itu hingga dewasa ini Gereja Katolik dan Gereja-gereja keristen lainnya berselisih pendapatnya sehubungan dengan kanon Kitab Suci.

Kanon Perjanjian Baru

Perjanjian Baru belum (dapat) memberikan suatu daftar kitab-kitab dan karangan-karangan Perjanjian Baru yang diinspirasikan. Hanya anggapan agama Yahudi diteguhkan bahwa ada Kitab ilahi yang berwibawa. Para pengarang dan Kristus sendiri menerima prinsip itu. Tetapi umat Keristen menerima disamping dan diatas wibawa Kitab Suci itu wenang Kristus dan utusan-utusan-Nya, para Rasul. Para Rasul serta pembantunya langsung mengajar dan memimpin umat. Lama-kelamaan dan disana-sini pengajaran itu mulai juga dicantumkan dalam kitab-kitab dan karangan, yang ditulis rasul-rasul sendiri atau orang lain. Karangan-karangan itu disana-sini juga dikumpulkan (bdk. 2Ptr 3:15), tetapi kumpulan itu tidak di-mana-mana sama. Tidak semua karangan diketahui disegala tempat. Sekitar tahun 170 Mas. di Roma ada suatu daftar yang sudah membilang semua kitab kecuali surat kepada orang-orang Hibrani (Kanon Muratori).

Dalam pada itu bertambahlah buku-buku yang menyebut dirinya "rasuli", jadi Kitab Suci. Buku-buku itu, yang lazimnya dinamakan "apokrif" (atau pseud-epigrapha), kadang-kadang dikarang untuk memuaskan keinginan tahu kaum beriman, kadang-kadang hendak menyiarkan ajaran sesat atau membela ajaran benar. Untuk menghadap kekacauan yang timbul maka Gereja mulai memikirkan dan mentapkan kitab-kitab manakah memuat ajaran Gereya rasuli dan karenanya menjadi ukuran iman benar. Perjuangan cukup lama berlangsung dan tidak selalu gampang membedakan kitab-kitab yang sungguh-sungguh diinspirasikan. Akibatnya ialah: juga kitab-kitab yang sungguh kitab suci kadang-kadang syahwasangka juga. Kitab-kitab yang pernah diragukan ialah: Surat kepada orang-orang Hibrani, Surat 2Petrus, Surat Yudas, Surat-surat 2 Yohanes dan 3 Yohanes dan Wahyu Yohanes. Kitab-kitab ini lazimnya disebut "deutero-kanonik" (lain artinya dari "deutero-kanonik" sehubungan dengan Perjanjian lama). Tetapi akhirnya ditetapkan daftar lengkap yang umum diterima. Daftar itu diteguhkan oleh konsili Trente. Sehubungan dengan Perjanjian Baru Gereja Katolik sependapat dengan gereja-gereja Keristen lainnya.

Apokrif

"Apokrif" (dari kata Yunani apokryphon, yang berarti: hal tersembunyi) dinamakan kitab-kitab atau karangan-karangan yang rupa-rupanya kitab-kitab suci tapi tidak diterima sebagai Kitab Suci dan karenanya tidak termasuk kedalamnya. Ada amat banyak kitab apokrif sedemikian. Sebagian berhubungan dengan Perjanjian Lama (karenanya disebut: apokrif-apokrif Perjanjian Lama) dan sebagian berhubungan dengan Perjanjian Baru. Sejak abad kedua sebelum Masehi hingga abad keempat sesudah Masehi kitab-kitab itu dikarang dan amat laku sekali, baik dikalangan orang Yahudi maupun dikalangan orang-orang Keristen. Pengarang-pengarang kitab-kitab itu tidak diketahui namanya. Biasanya kitab itu sendiri berkata ia dikarang oleh atau berhubungan dengan seorang tokoh dari Perjanjian Lama atau dari Perjanjian Baru, misalnya Yesaya, Musa, Henokh, Petrus, Thomas dll.

Tidak jarang terjadi bahwa apokrif-apokrif Perjanjian Lama, karangan orang-orang Yahudi kemudian diambil alih oleh orang Keristen dan disadur seperlunya. Kebanyakan apokrif berasal dari kalangan atau bida'ah Yahudi tertentu atau dari macam-macam bida'ah Keristen. Perlu dicatat kitab-kitab apokrif dalam peristilahan tidak katolik disebut "pseudepigrapha" dan "apokrif" disana berarti "deutero-kanonik". Dahulukala beberapa apokrif oleh salah satu pujangga Gereja diterima sebagai Kitab Suci dan disana-sini malah dibacakan dalam ibadah gerejani. Beberapa lamanya karangan-karangan itu sungguh membahayakan iman murni. Apokrif Perjanjian Lama yang terkenal ialah "Kitab Henokh", yang sesungguhnya terdiri atas beberapa karya lain dari jaman yang berlainan. Buku tersebut terpelihara dalam pelbagai teryemahan yang acapkali amat berbeda. Yang paling lengkap ialah terjemahan dalam bahasa Etiopia. "Wasiat keduabelas bapa bangsa".

Karya itu memuat nubuat dan berkah yang diucapkan keduabelas anak Yakub (moyang-moyang Israil) waktu meninggal. "Kitab Yubile", yaitu suatu karya yang menggambarkan sejarah dunia dari awal mula hingga jaman. Sejarah itu terbagi atas jangka-jangka waktu empatpuluh sembilan tahun (Yubile; karena itu nama karya itu), walaupun "tahun" itu bukan tahun biasa. "Kitab Makabe" 3 dan 4 dan "Kitab Esra" 3 dan 4. Karya itu kerapkali termuat dalam naskah Septuaginta dan Vulgata. Kedalam apokrif-apokrif Perjanjian Lama boleh dimasukkan naskah-naskah yang berasal dari Qumran. Qumran itu letaknya dipantai Laut Asin dan sekitar tahun 0 Masehi menjadi pusat suatu tarekat Yahudi yang memisahkan diri dari agama resmi dan sedikit banyak serupa dengan "Serikat Biarawan".

Antara tahun 1947 dan 1956 banyak naskah-naskah yang berasal dari terekat itu diketemukan kembali di-gua-gua disekitar Qumran. Diantaranya ada naskah-naskah Kitab Perjanjian Lama (lengkap atau potongan-potongan), apokrif-apokrif yang sudah diketahui dan beberapa apokrif yang baru. Antara lain suatu "Anggaran Dasar" tarekat itu; naskah yang menggambarkan perang antara "Anak-anak terang" (anggota-anggota tarekat itu) dan "Anak-anak kegelapan", musuh-musuhnya pada akhir jaman, banyak lagu yang berupa mazmur; tafsir-tafsir atas Kitab Suci Perjanjian Lama, dll. Apokrif-apokrif Perjanjian Lama dan khususnya naskah-naskah dari Qumran itu amat penting untuk mengetahui suasana rohani dan keagamaan dikalangan Yahudi dijaman Perjanjian Baru. Latar belakang kehidupan Yesus dan Gereja rasuli menjadi lebih terang.

Apokrif-apokrif Perjanjian Baru ada amat banyak dan bermacam ragam. Ada "Injil menurut Orang-orang Hibrani", "Injil Thomas", "Injil Petrus", "Injil Yakobus" yang membicarakan masa muda Yesus dan amat mempengaruhi ikonografi keristen. Dikalangan Islam banyak dibicarakan dan dibaca "Injil Barnabas" yang dianggap Injil Yesus yang aseli. Sesungguhnya "Injil Barnabas" itu dikarang abad 15-16 Masehi oleh seorang Keristen yang masuk Islam dan bermaksud membuktikan bahwa Yesus menubuatkan kedatangan Muhammad. Ada juga pelbagai "Kisah Rasul", "Surat-surat Rasul-rasul" dan "Wahyu". Ditinyau dari sudut ilmu sejarah apokrif-apokrif Perjanjian Baru tidak ada nilai sedikitpun. Tapi karangan-karangan itu penting untuk mengetahui suasana rohani dan keagamaan diantara kaum Keristen, khususnya pelbagai bida'ah.


Catatan: dialihaksarakan ke ejaan baru oleh SABDA
Artikel ini diambil dari:
Judul belum diketahui, tapi kami menyebutnya sebagai buku hijau.
kembali ke atas