Dari Sejarah Alkitab Indonesia
Daftar isi
|
Tentang Kitab Kudus Umumnya
Apakah Kitab Kudus itu ?
Kitab mulai merumuskan: Kitab Kudus adalah Wahyu Allah yang tertulis dan yang meriwayatkan jalan penyelamatan. Wahyu Allah meliputi segala pernyataan, baik yang berupa sabda, maupun yang berupa tanda-tanda dan tindakan-tindakan, yang bertujuan membawa umat manusia kepada keselamatan abadi.
Apakah Keselamatan Abadi Itu ?
Yang kita namakan keselamatan abadi adalah tujuan hidup yang ditentukan Allah bagi umat manusia, ketika Ia memutuskan untuk menciptanya. Dan secara agak samar-samar Allah telah menyatakan tujuanNya itu malah telah menjanjikan atau memberikannya kepada manusia pertama juga. Apa yang diceritakan dalam ketiga fasal pertama dari Kitab Kudus tentang hidup manusia pertama dalam firdaus, memberi kesan bahwa hidup itu bahagian semata-mata, dalam hubungan erat-mesra sekali dengan Allah, dan dalam seluruh keadaan firdaous sebagaimana digambarkan dalam cerita tersebut.
Telah dijanjikan oleh Allah kepada Adam, bahwa ia tidak akan mati kalau ia memenuhi syarat-syarat tertentu. Bahwa ia tidak akan mati, berarti, bahwa hidup yang ketika itu ada padanya dilanjutkan untuk selama-lamanya, jadi adalah hidup abadi.
Nyata sekali bahwa yang dimaksudkan bukan hidup tubuh jasmani yang serba kodrat. Hidup abadi itu melebihi keadaan kodrat. sifat atau wujud hidup itu yang lain tak dapat disimpulkan dari ceritera firdaus tersebut.
Kita tahu bahwa manusia pertama itu tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan baginya, melainkan melanggar ketentuan-ketentuan Allah, dan sebab itu Allah terpaksa menarik kembali janjiNya, sehingga hidup abadi itu hilang bagi Adam dan seluruh kaum turunannya.
Rencana Allah Untuk Memulihkan Keadaan Hidup Abadi Bagi Umat Manusia.
Tujuan Allah dalam menciptakan bangsa manusia seakan-akan telah gagal oleh dosa. Tetapi itu sebenarnya mustahil. Allah tahu mencapai maksudnya dengan jalan yang lain, manapun juga. Dan segera ditetapkan Allah rencanaNya bagaimana mengadakan jalan lain, yaitu suatu jalan untuk membebaskan pula manusia dari dosanya, dan mengadakan kemungkinan untuk akan menganugerahinya hidup abadi kembali.
Rencana Allah itu kita sebut "rencana penyelamatan". Jalan melaksanakan rencana itu kita namakan "jalan penyelamatan". Tujuan disebut "keselamatan abadi".
Seluruh penyelenggaraan Allah sepanjang segala abad, untuk mempersiapkan dan akhirnya mewujudkan keselamatan itu kita namakan "Sejarah penyelamatan".
Sejarah inilah yang diriwayatkan dalam Kitab Kudus, halaman demi halaman.
Apakah Hakekatnya Keselamatan Abadi Itu?
Apakah inti dan wujud hidup abadi yang sebenarnya, baru dinyatakan dalam Perjanjian Baru. Sampai waktu itu dengan samar-samar saja. Dari Yoh. 3:3 kita tahu, bahwa hidup abadi itu diperoleh dengan "lahir baru". Hidup lama yang kodrati itu tetap tinggal, tetapi ditambahi dengan suatu hidup baru, menjadi senyawa dengannya. Manusia yang "percaya" dianugerahi suatu kelahiran baru demikian rupa, sehingga dia diangkat menjadi "Anak Allah" (Yoh. 1:12), dalam arti bahwa ia mendapat dan tetap mempunyai bagian dalam hidup Allah sendiri. Diterangkan bahwa manusia yang lahir baru itu "lahir dari dalam Allah" (Yoh. 1:13)" dari air dan Roh (Yo. 3:6), maksudnya dengan menerima Permandian, sampai ia "disebut dan benar-benar adalah anak Allah (1 Yon. 1:1-2; 3:1).
Paulus menerangkan pula dalam Rom 8:17: "Kalau anak, maka ahliwaris juga, yaitu ahliwaris Allah seahliwaris dengan Kristus". Dan bukankah "menjadi ahliwaris Allah", berarti mendapat bagian dalam kekudusan dan akhirnya dalam kemuliaan dan kebahagiaan Ilahi yang abadi.
Wahyu Allah dan Jalan Penyelamatan dalam Perjanjian Lama
Zaman Para Bapak - Bangsa
Dapat diherankan mengapa Allah begitu lama, yaitu puluhan abad lamanya atau lebih lagi, menunggu sampai Ia mulai melaksanakan rencana penyelamatan itu. Hal itu memang tetap tinggal misteri Ilahi, yaitu rahasia Allah yang tersembunyi bagi kita. Bdl. Ef. 1:9-10; 3:9-11; Kol. 1:25-27.
Tetapi kalau kita perhatikan keagungan martabat manusia yang ditebus dan menjadi anak Allah, seperti telah diuraikan diatas tadi, dan kalau dalam pada itu kita ingat taraf rendah kebudayaan dan kecerdasan rohani manusia prasejarah, dan taraf keagamaan dan kesusilaan sampai dizaman Abraham, maka dapat kita bayangkan betapa perlunya manusia harus dididik dahulu, sampai sanggup menilaikan ketinggian dan keluhuran martabat keputeraan Allah tersebut dan hidup cukup suci sesuai dengannya.
Pendidikan itu mulai diberikan secara nyata dengan wahyu Allah kepada Abraham dan dengan memencilkannya dari lingkungan-lingkungan kaum kafir. Itu baru terjadi kira-kira 19 abad sebelum Kristus.
Allah menyatakan Diri kepada Abraham sebagai Allah yang benar dan Mahaesa, menjanjikan kepadanya "Kanaan" sebagai tempat kediaman bagi dirinya dan kaum keturunannya. Ia berjanji kepadanya, bahwa ia akan menjadi bapak asal suatu bangsa besar; jumlah jiwanya tak terhitung seperti bintang-bintang dilangit, biji-biji debu bumi dan butir-butir pasir dipantai laut.
Abraham percaya dan sebab itu Allah memberkatinya dan Abraham tetap setia dengan sepenuh-penuhnya kepada Allah.
Dan Allah mewahyukan kepada Abraham pula, bahwa semua bangsa manusia didunia akan diberkati didalamnya. Baik bacalah Buku "Kejadian" bab 12 sampai 17.
Kata "diberkati" tentu tak lain artinya daripada bahwa semua bangsa akan memperoleh suatu kehidupan yang makmur dan bahagia. Dan bahwa disini dimaksudkan suatu kehidupan rohani dan keselamatan abadi, itu sangat terang dari Gal. 3:6-9 dan Rom. 9:7-8.
Jadi dengan terpanggilnya Abraham dan karena ketaatan Abraham, sudah terbukalah sejarah wahyu Allah dan jalan penyelamatan yang adalah jalan penyelamatan bagi kita juga. Tetapi baik kalau disini sudah kita perhatikan, bahwa jalan penyelamatan sepanjang Perjanjian Lama tak pernah melewati taraf persiapan dan pendidikan pendahuluan, sedangkan keselamatan abadi baru diwujudkan dalam Perjanjian Baru. Namun meski demikian, mungkin bahwa orang-oang saleh dalam Perjanjian Lama sudah dianugerahi hidup abadi itu juga, demi kurban Yesus disalib, yang kejadiannya dalam sejarah memang hanya satu kali saja, tetapi bagi Allah hadir dari kekal dengan segala jasanya.
Wahyu dan janji-janji Allah kepada Abraham diulangi lagi kepada puteranya Isaak dan cucunya Yakub; dan wahyu sebagai penyelenggaraan Allah tetap dilanjutkan untuk memelihara dan melindungi mereka beserta para turunannya secara istimewa. Mereka tetap setia dalam kepercayaan dan ketaatannya kepada Allah dan membakti serta beribadat kepadaNya secara sederhana.
Terbentuknya Umat Israel
Kira-kira sekitar tahun 1700, putera-putera Yakub berpindah ke Mesir. Kaum keturunan mereka lalu menetap disitu kira-kira 400 tahun lamanya. Tidak ada berita bahwa Allah sepanjang waktu itu memberikan wahyu yang istimewa kepada mereka. Tetapi penyelenggaraan Allah yang istimewa berjalan terus. Tentu sambil mengingat akan janji-janji kepada Abraham. Mereka berkembang pesat menjadi bangsa besar yang kukuh bersatu. Tentu kepercayaan mereka akan Allah tidak hilang dan kecerdasan umum dan kebudayaan agak naik karena pengaruh kebudayaan Mesir. hal ini nyata sekali pada pribadi Moses.
Perlakuan baik yang mereka nikmati pada permulaan berkat jasa-jasa-jasa Yosep, lama-kelamaan diganti dengan perbudakan yang berat dan hina. Akhirnya Allah mulai bertindak membebaskan mereka dari perhambaan itu secara tegas dan ajaib.
Dengan itu mulailah tahap yang kedua dari wahyu Allah dalam melakukan rencana penyelamatan, dan segera secara jauh lebih luas dan pada taraf yang jauh lebih tinggi daripada dalam tahap pertama yaitu zaman para bapak-bangsa. Allah seolah-olah agak nyata "hidup" diantara mereka dan memimpin serta memelihara mereka secara istimewa, dengan cinta kebapakan yang sangat mesra. Ia berulang-ulang berbicara kepada mereka dengan perantaraan Moses, menyatakan rencana-rencana dan kehendakNya, menegur dan menghibur, menentukan bagi mereka upacara ibadah yang luhur dan mulai, mengatur hidup kemasyarakatan mereka supaya tenteram dan sentosa, dan sebagai mahkotanya akhirnya menetapkan dengan mereka perjanjianNya, yang membuat mereka menjadi "Umat Allah yang terpilih" yang dinamakan "Umat Israel".
Perjanjian yang puluhan tahun lamanya digurun pasir bukan saja didikan bagi mereka yang sangat besar dayagunanya, memperdalam pengertian dan perasaan keagamaannya, memperteguh kepercayaannya kepada penyelenggaraan Allah dan tidak sedikit meninggalkan tingkatan kesusilaan mereka.
Sekitar 1250 Umat Allah yang terpilih dapat masuk tanah suci yang dijanjikan kepada mereka, dan memang sudah kepada Abraham. Penyelenggaraan Allah yang istimewa tetap nampak. Ia bertindak sebagai "Raja" mereka dengan perantaraan Yosue dan kemudian para "hakim".
Allah ada serta dengan mereka dalam segala peperangan dengan bangsa-bangsa kafir keliling dan mereka hidup aman sentosa dalam tanah yang "meluapkan susu dan madu itu". Dalam keseluruhannya mereka tetap setia kepada Allah, biarlah sering juga praktek keagamaan sangat dicemari oleh adat-istiadat kekafiran sekitar.
Sedemikian itu keadaan k.l. dua abad lamanya. Akhirnya mereka minta supaya para hakim diganti dengan seorang raja, seperti bangsa-bangsa keliling diperintah dan dipimpin raja-raja yang gagah perkasa dan ahli politik. Raja pertama yang ditentukan Allah, ialah Saul. Ia kemudian diganti David, yang berhasil mempersatukan semua suku-bangsa Israil, menjadi satu kerajaan yang kuat. Itu terjadi sekitar tahun 1000. Masa kerajaan David merupakan masa keemasan dalam sejarah orang Israel, jaya, tenteram dan makmur. Hubungan dengan Allah tetap baik, atas usaha pengaruh David sendiri agama murni danperayaan ibadah mulia dan meriah. Sesudah wafatnya, kerajaan David diwarisi oleh puteranya Salomon. Salomon mula-mula mengikuti jejak bapaknya yang luhur; dan kebijaksanaan pemerintahan manjadi masyhur. Tetapi akhirnya ia menjauhkan diri dari Allah dengan turut memuja dewa-dewa dari isteri-isteri yang kafir dan "murka" Allah menyusul. Sebagai hukuman Allah, kerajaan pecah menjadi dua. Suku bangsa diutara menceraikan diri dari "Yuda" dan membentuk kerajaan tersendiri, yang biasa dinamakan "Kerajaan Utara", atau juga "Kerajaan Israil". Ibukotanya Samaria.
Sisa kerajaan David dan Salomon lalu meliputi hanya suku-bangsa "Yuda", yang memang lebih besar dari suku-suku Israel yang lain, dan termasuk lagi suku Benyamin.
Kedua kerajaan itu sangat cepat maju ekonominya tetapi dalam pada itu rakyat terbagi atas dua golongan, yang satu terdiri dari kalangan atasan yang terlalu kaya dan rakyat jelata yang ditindas dan miskin. Kemewahan hidup kalangan atasan itu berakibat keruntuhan akhlak disegala lapangan, pengabaian agama, dan yang terutama menimbulkan "murka" Allah, yaitu kelaliman kalangan-kalangan atasan terhadap rakyat jelata itu.
Keadaan itu merajalela terlebih dikerajaan utara, tetapi terdapat dalam kerajaan Yuda juga.
Zaman Para Nabi
Untuk menginsafkan kedua kerajaan itu, Allah mengutus nabi-nabi kepada mereka, tetapi tanpa berhasil. Hardikan-hardikan dan ancaman-ancaman Allah diabaikan dan nabi-nabi diusir atau dipenjarakan. Akhirnya Allah melaksanakan ancaman-ancamanNya. Samaria disergap dan tiga tahun lamanya dikepung orang Asiria, akhirnya kalah dan dimusnahkan dari bumi. Itu terjadi dalam tahun 722 dan dengan itu kerajaan utara telah hilang untuk selama-lamanya. Ribuan orang atasan dibawah sebagai tawanan ke Asiria.
Diwaktu yang hampir sama, orang Asiria merebut 50 kota dikerajaan selatan (Yuda) dan ribuan penduduk terkemuka dibawa ke Asiria. Hanya Yerusyalem masih dapat bertahan, tetapi dalam tahun 587 terpaksa menyerah kepada Nabukhodonosor, raja Babilon. Kota dan kenisah dibakar dan sisa penduduk dibawah ke Babilon. Maka mulailah zaman tawanan di Babilon yang masyhur itu.
Hal yang terpenting dizaman ini mengenai pelaksanaan rencana penyelamatan, ialah wahyu Allah kepada para nabi. Dengan pewahyuan ini mulailah tahap yang ketiga dalam sejarah penyelamatan, yang membawa kesadaran dan kegiatan keagamaan kesuatu dataran yang jauh lebih tinggi dari pada yang lalu.
Nabi-nabi yang muncul dizaman ini adalah tiga yang biasa disebut "nabi besar", sebab wahyu mereka yang diturunkan kepada kita lebih luas dan berisi dari pada yang lain, yang disebut "nabi kecil". Ada dizaman ini tiga nabi besar dan 12 kecil. Yang pertama muncul ialah nabi Amos didalam kerajaan utara kira-kira dalam tahun 750. Dari nabi-nabi besar: Isaias tampil kemuka dua tiga puluh tahun kemudian dikerjaan Yuda, dan Yeremias dalam tahun 627 disitu pula. Esekhiel adalah pemimpin rohani yang utama sepanjang tawanan di Babilon.
Perkembangan Keinsfafan Keagamaan Diwaktu Tawanan
Hukuman Allah atas umatNya yang tercinta memang hebat sekali. Tetapi ternyatalah bahwa dimaksudkan sebagai "Paena medicinalis", artinya tindakan didikan yang berfaedah. Dan memang disini berhasil benar. Banyak orang menjadi insyaf dan bertobat. Bahagian terbesar dari mereka hidup ditengah-tengah kaum kafir, tetapi umumnya hidup atau berkumpul-kumpul berkelompok-kelompok, khususnya juga untuk melakukan ibadatnya. Demikian muncullah sistim sinagoge-sinegoge. Oleh karena tak ada kenisah dengan upacaranya bersama-sama secara meriah, mereka terpaksa bersembahyang secara sederhana tetapi hal ini membuat kesalehan mereka lebih mendalam dan bersifat kepribadian yang lebih mesra. Rasa tanggung-jawab perseorangan juga mulai hidup. Lagi minat mereka terhadap wahyu Allah dalam zaman-zaman lampau dengan perintah-perintahnya makin timbul. Hal ini penting sekali guna terbentuknya Kitab Kudus Perjanjian Lama yang kini kita punyai. Mereka mulai mengumpulkan wahyu Allah itu baik dari ingatan orang yang umum, maupun dari tulisan-tulisan kudus yang dapat mereka selamatkan danbawa serta dari tanah-air. Mereka mengutamakan hukum Allah yang terjentum dalam "kelima buku Moses", yaitu hukum taurat. Ada pula nabi-nabi yang sendiri menuliskan wahyu yang disampaikan kepada mereka, ada pula yang pernyataan dan ucapan-ucapannya dikumpulkan dan dibukukan oleh seorang penulis atau murid-murid mereka. Buku-buku para nabi ini masih sangat bernilai bagi kita pribadi, tetapi penting sekali bagi seluruh Perjanjian Baru, sebab kaya dengan nubuat-nubuat tentang Mesias.
Zaman "Yahudi"
Mulai kira-kira tahun 540 orang tawanan di Babilon dibiarkan pulang ketanah airnya. berkelompok-kelompok mereka ikut. Kenisah dibangun kembali dalam tahun 515, beberapa tahun kemudian tembok-tembok kota Yerusyalem juga. Banyak orang dari pedusunan, yang tidak kena tawanan dan tetap memelihara agamanya, diajak menetap di Yerusyalem. Yerusyalem lalu jadi pusat agama bagi seluruh sisa umat Israil di Palestina, kecuali Samaria yang tetap menolak.
Mereka tetap dijajah sampai dalam abad kedua seb. Kristus, dan kemudian juga lagi. Tetapi hal ini tidak merugikan malah menguntungkan bagi agama. Mereka diperlakukan baik dan dengan hormat oleh para penjajah, bebas penuh mengenai agama, dan tidak terlibat lagi dalam hal-hal politik, sehingga mereka dapat mencurahkan seluruh perhatian dan kegiatannya kepada kepentingan-kepentingan agama. Kumpulan buku-buku Kitab Kudus terus-menerus dilengkapi danditambah dengan karangan-karangan baru. Khususnya hukum taurat yang tercantum dalam kelima buku pertama Kitab Kudus, yang dinamakan pentateukh atau kelima buku Moses lagipun ajaran-ajaran dan tulisan-tulisan para nabi asyik dipelajari dan diajarkan kepada rakyat, didalam dan diluar kota Yerusyalem. Muncul golongan "ahli taurat", yang bertugas membahas dan menyelidiki makna dan maksud pernyataan-pernyataan Allah dan menafsirkannya demikian rupa sehingga segala perintah-perintah dan ketentuan-ketentuan Allah ditaati oleh seluruh umat dengan seksama. Mereka dan seluruh umat sendiri telah mengalami dan sebab itu insyaf benar, bahwa ketaksetiaan kepada Allah berakibat hukuman dan segala ketaatan menjaminkan berkat.
Hidup kemasyarakatan dan keadilan sosial, yang memuncak keburukannya padamasa menjelang tawanan ke Asiria dan Babilonia, diatur kembali dan dibaharui menurut tuntutan taurat dan pengajaran para nabi. Agama dibersihkan dari pengaruh dan unsur-unsur kekafiran yang masih terdapat diantara rakyat sini sana. Upacara ibadah yang resmi dalam kenisah disempurnakan dan kesalehan umum serta hidup kesusilaan mulai meningkat kemurniannya dan keluhurannya.
Wahyu dan penyelenggaraaan Allah waktu itu tidak menonjol, tetapi tetap dijalankan. Kehidupan disegala lapangan dalam umat seolah-olah dengan sendirinya berkembang baik, sehingga cukup pimpinan yang halus. Wahyu Allah sebagai pimpinan yang halus ini kita baca dalam bentuk amsal, nasehat dan pengajaran dalam buku-buku yang disebut Buku-Buku Kebijaksaaan, yang diterima masuk Kitab Kudus. Ada yang sangat sederhana isi dan bentuknya bagi rakyat jelata, ada pula yang tinggi sekali mutu isi kerohanian dan tingkat kesasteraannya. Boleh dikatakan bahwa pandangan hidup dan pemikiran keagamaan makin lama makin naik menujui taraf Perjanjian Baru.
Keadaan dan suasana aman sentosa yang terlukis diatas dapat dinikmati tanpa gangguan sampai abad kedua sebelum Kristus. Dalam permulaan abad itu raja Antiokhus IV dari Siria (176-164), seorang Yunani yang waktu itu menjajah juga, melarang agama Yahudi, merampasi dan memperkosa kenisah dan mengejar semua orang yang tidak mau mengingkari agamanya. Ada orang yang mati sebagai martir. Golongan orang-orang yang setia bertambah-tambah besar, akhirnya berani memberontak dibawah pimpinan Yuda Makabeus, pahlawan yang ulung itu. Mereka menang lalu membentuk kerajaan Israil baru yang meliputi seluruh Palestina. Tetapi kedaulatan itu tidak menguntungkan bagi agama. Imam agung diangkat atau mengangat diri merangkap raja, lalu bersama-sama rekan-rekannya terlalu berpolitik sambil melalikan hal-hal agama dan tugas imamatnya. Mereka ingat saja mempertahankan kekuasaannya, gila kekuasaan dankekayaan sampai berkorupsi, hidup mewah sekali sambil memeras imam-imam bawahannya dan rakyat jelata. Mereka tergolong pada kaum saduki, yang malah tidak percaya akan kebangkitan orang mati dan hidup abadi.
Sayang bahwa ahli-ahli taurat dan orang-orang parisi, yang dihormati sebagai golongan yang paling takwa dan saleh, dipengaruhi cita-cita politik dan duniawi itu juga dan runtuh jiwa keagamaannya.
Kesimpulan Tinjauan Kita Atas Perjajian Lama
Pada jalan tinjauan kita sudah sampai kita pada akhir Perjajian Lama. Garis sejarah yang kita ikuti adalah sejarah umat manusia, sebagaimana nyata kelihatan dalam Kitab Kudus. Tetapi Kitab Kudus sebagai buku sejarah bukan berminat kepada perkembangan politik, kemasyarakatan atau kebudayaan yang fana, melainkan melulu perkembangan pewahyuan dan penyelenggaraaan Allah guna membawa umat manusia kepada keselamatan sempurna yang abadi. Sejarah Kitab Kudus adalah sejarah penyelamatan.
Jalan penyelamatan sepanjang Perjajian Lama tidak sampai melewati taraf persiapan. Penyelenggaraan Allah itu langsung ditujukan kepada satu bangsa saja dari umat manusia. Maksudnya mendidik mereka secara istimewa, supaya mereka akhirnya matang untuk dianugerahi keselamatan abadi dan sanggup mendukung pelaksanaan rencana penyelamatan selanjutnya, sampai terwujud pada segala bangsa dunia.
Jalan pendidikan telah kita ikuti dalam tinjauan kita. Jalan itu memang panjang dan hanya lambat-lambat naik, tetapi itu menurut kebijaksanaan Allah yang tetap satu rahasia bagi kita. Dalam mengikuti jalan itu dapat kita bedakan empat tingkatan yang menonjol, yang dapat dikatakan merupakan empat tahap dalam sejarah penyelamatan Perjanjian Lama.
Tahap pertama mulai dengan terpanggilnya Abraham, dan berjalan k.l. dari tahun 1900 sampai 1350 seb. Kristus. Kita namakannya "zaman para bapak bangsa". Ciri-cirinya: kepercayaan teguh dan pengabdian setia kepada Allah yang Mahaesa. Hubungan dengan Allah sangat erat. Ibadat masih sederhana. Kita mendapat kesan-kesan bahwa jalan dizaman itu dalam keseluruhannya datar.
Tahap yang kedua meliputi kurun waktu k.l 600 tahun pula, 1350-750, dan dapat disebut zaman umat Israel, dan mulai dengan pembebasan bangsa Israel dari Mesir. Dengan mendadak menyelenggarakan Allah muncul kuat dan tehas, lalu pewahyuanNya yang lisan bertambah-tambah luas dan itu pada taraf yang tinggi. Kaum budak turunan Yakub (Israel) diangkat dan dididik menjadi umat Allah yang tercinta. Hidup keagamaan, kemasyarakatan dan kesusilaan umumnya diatur oleh Allah sendiri dalam hukum terperinci yang diberikanNya dengan perantaraan Moses dan yang membawa mereka kesuatu tingkat kebudayaan rohani yang sangat tinggi. Puncak tindakan-tindakan Allah, ialah perjanjian istimewa yang ditetapkan Allah dengan mereka. Kesetiaan pada perjanjian itu kemudian menentukan sikap Allah terhadap mereka, pada taraf pendidikan kebapakan yang tahu memberi berkat dan siksa pada waktunya. Tahap ketiga kita sebut zaman para nabi, yang mulai kira-kira dalam tahun 750 dan berjalan sampai kira-kira tahun 500. Dalam zaman itu Allah menyampaikan wahyuNya dengan perantaraan para nabi-nabi, ada yang disebut nabi besar ada yang disebut nabi-nabi kecil. Alasan dimunculkannya nabi-nabi itu ialah keruntuhan hidup keagamaan dan kesusilaan, khususnya keadilan sosial juga, baik didalam kerajaan utara maupun dikerajaan Yuda. Peringatan-peringatan, hardikan-hardikan dan ancaman-ancaman hebat yang disampaikan Allah kepada mereka dengan perantaraan para nabi itu baru berhasil sesudah ancaman-ancaman terlaksana dengan kehancuran kedua kerajaan dan penawaran kalangan-kalangan atasan ke Asiria dan Babilon.
Sesudah orang sadar dalam tawanan, dibawah pimpinan nabi Ezekiel, agama mulai hidup kembali dan bertambah-tambah giat dan mendalam. Wahyu Allah yang lama dan yang baru (wahyu para nabi) asyik dikumpulkan, dibukukan dan dipelajari, guna mengetahui syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan Allah dengan teliti dan mengamalkannya dengan sempurna.
Tahap keempat, dari k.l. tahun 500 sampai akhirnya Perjanjian Lama dapat kita namakan "zaman Yahudi", sebab ("sisa") umat Israel yang pulang ketanah-airnya, lalu menjadikan Yerusyalem pusat agamanya, memang sebagai besar orang bangsa Yuda. Gerakan yang mulai bertumbuh subur dalam tawanan dilanjutkan dengan lebih bersemangat lagi dan memuncak oleh usaha Wali-negeri Nehemias dan "imam" Esdras sekitar tahun 450. Agama dan hidup kemasyarakatan dibersihkan dari segala unsur dan pengaruh kekafiran, kesusilaan umum dan khususnya keadilan sosial dipulihkan tepat menurut ketentuan-ketentuan hukum taurat dan "para nabi", kesalehan pribadi dan umum sangat meningkat keluhuran dan kegiatannya. Keadaan pada taraf itu melanjut dalam abad-abad berikut, dan pengertian serta keinsyafan keagamaan mendalam dan bertambah-tambah rohaniah bagi oleh wahyu Allah yang disampaikan dalam buku-buku "Kebijaksanaan".
Semangat imam menunjukkan kekuatannya waktu pengejaran agama oleh penjajahan Siria, dan berkobar benar dalam "perang Makabe". Perang itu berhasil merebut kemerdekaan. Hanya sayang pada akhir kerajaan "Makabe" itu, didalam kalangan-kalangan atasan kesalehan meluntur dan membeku, kehilangan jiwanya, cita-cita rohani dibantut oleh gila kekuasaan, loba kekayaan, kemewaan hidup dan cita-rasa keduniawian yang lain.
Sudah sewajarnya kalau kita akhirnya bertanya dalam hati, apakah tujuan pendidikan Allah terhadap umat terpilihNya tercapai.
Dengan ringkas dapat dijawab: ternyatalah tidak tercapai dikalangan-kalangan atasan, yang bertanggungjawab sebagai pemimpin umat. Mereka hanya matang dalam keburukan dan kesombongan hatinya untuk melaksanakan kurban penebusan dengan membunuh Mesiasnya.
Tetapi dikalangan-kalangan rakyat jelata Allah berhasil. Kesalehan "Yahudi", yang bertingkat tinggi dalam abad-abad terakhir tetap terpelihara ditengah mereka. Buahnya yang termasuk ialah kesucian dan kesempurnaan imam seorang gadis sederhana dari rakyat jelata, Perawan Maria, yang layak menjadi Ibu Yesus. Kesalehan yang agak sama kita saksikan pula pada satu dua orang yang kebetulan kita temui dalam riwayat masa kekanak-kanakan Yesus, Santu Yosep, Zakharias, Elisabeth, Simon, Anna dan Yoanes Pemandi dengan murid-muridnya.
Bukti-bukti kesalehan itu lagi tampak pada ratusan, malah ribuan orang dari rakyat jelata, yang dengan intuisinya yang masih murni sanggup percaya akan kekuasaan dan kekudusan Ilahi Yesus. Mereka merasa tertarik kepadaNya dan gemar mendengarkan pengajaranNya yang serba rohani dan yang menganjurkan cita-cita dan tuntutan-tuntutan yang tinggi. Hasilnya kemudian nampak, sesudah Pentakosta. Ingatlah Yoh 4:37-38;Kis 5:14-16; 8:5; 9:31.
Bukti-bukti yang nyata pula, ialah murid-murid Yesus yang tidak sedikit mengikut Yesus pada perjalananNya. Ingatlah jumlah 72 dalam Luk. 10:1-20 dan jumlah 120 dalam Kis. 1:15. Dalam yang paling matang dan cakap, menurut pendapat Yesus, yaitu para rasul. Betapapun tersembunyi kematangan itu bagi kita sepanjang riwayat Injil, tetapi ketepatan pemilihan dan hasil pendidikan Yesus terhadap mereka sudah nyata terbukti oleh sejarah.
Wahyu Allah dalam Perjanjian Baru
Peralihan Perjanjian Lama Kepada Yang Baru
Tidak terdapat perbatasan yang tegas diantara Perjanjian Lama dan yang Baru. Sejarah penyelamatan yang mulai dengan terpanggilnya Abraham berjalan terus saja dan baru tercapai tujuannya dengan sepenuhnya pada kedatangan Yesus diakhir zaman. Wahyu Allah dari Perjanjian Lama dilanjutkan begitu saja dalam Perjanjian Baru, boleh dikatakan melebur kedalamnya, jadi senyawa denganya.
Yesus lahir dalam Perjanjian Lama, dibesarkan menurut adat-istiadat Yahudi, dan setelah tampil kemuka tetap hidup sebagai seorang Yahudi yang saleh. Yesuspun mendasarkan pengajaranNya pada wahyu yang lama, dan umat muda sesudah Pentakosta tetap hidup sebagai orang Yahudi, berkumpul untuk sembahyang dalam kenisah, memenuhi segala syarat hukum taurat dan adat-istiadat orang Yahudi, malah masih disunat. Tetapi mereka segera mulai hidup menurut ajaran-ajaran dan cita-cita Injil, demikian menyolok, sehingga mereka dipuji orang. Dari semula mereka berkumpul-kumpul dalam rumah-rumah mereka untuk merayakan "Pemecahan Roti" sebagai pusat ibadatnya. Baru lama-kelamaan mereka memisahkan diri dari "sinagoge", tetapi sesudah terpisah terus membaca Kitab Kudus Perjanjian Lama didalam kumpulan mereka, dan menggunakan mazmur-mazmur dan unsur-unsur lain dari Perjanjian Lama untuk membentuk liturginya sendiri.
Hakekat Perjanjian Baru
Kalau dikatakan seperti diatas, bahwa peralihan dari Perjanjian Lama kepada yang Baru tidak menunjukkan perbatasan yang agak tegas, hal ini mengenai garis kesejarahan dalam perkembangan yang kelihatan.
Tetapi pada hakekatnya dan secara tak tampak Perjanjian Baru pada suatu ketika tiba-tiba ada, dan segera pada tingkatnya yang tertinggi, yaitu pada saat Putera Allah menjadi manusia.
Inti perbedaan antara Perjanjian Lama dan yang Baru, ialah bahwa penyelenggaraan penyelamatan tetap persiapan saja, sedangkan dalam Perjajian Baru disamping terus bersifat persiapan juga, mencapai tujuannya, yaitu perwujudan keselamatan abadi itu.
Dalam fasal 1:4 tinjauan ini, telah diterangkan, bahwa perwujudan itu berarti memperoleh bagian dalam hidup Ilahi sebagai anak Allah sejati dan ahliwaris kemuliaan dan kebahagiaanNya. Perwujutan itu terjadi ketika Putera manusia menjadi manusia. Tetapi ketika itu dan untuk sementara dalam satu orang manusia saja, yaitu dalam diri Yesus dari Nasaret. Tetapi didalam Dia secara istimewa, yaitu dengan menjadi sepribadi dengan Putera Allah, dan dengan sepenuh-penuhnya, supaya dalam kepenuhanNya itu masing-masing manusia akan menerima bagiannya (Yoh. 1:16). Putera Allah yang menjadi manusia ditentukan untuk sebagai "Adam kedua" menjelmakan umat manusia yang baru bagi Allah, yang anggota-anggotanya masing-masing dapat dianugerahi hidup abadi yang Ilahi itu, dalam kesatuan denganNya.
Hal ini tidak segera dapat terlangsung. Ada syarat-syarat harus dipenuhi lebih dahulu. Syarat pokok dan terberat hanya dapat ditepati oleh Yesus sendiri, yaitu menjauhkan dan menghancurkan satu-satunya rintangan yang paling mutlak, ialah kekuasaan dosa yang maharajalela sebagai akibat dosa Adam pertama. Hal itu terlaksana pada akhir hidupnya dengan membiarkan dirinya disalibkan sebagai wakil seluruh umat manusia.
Syarat-syarat lain harus dipenuhi oleh tiap-tiap manusia yang hendak diselamatkan sendiri. Dan supaya ia sanggup memenuhinya, perlu pengertian dan didikan. Pengertian dan didikan itu disampaikan oleh Yesus dengan wahyuNya. Sebab itu tugas Yesus yang pertama dan terpanjang ialah mengajar orang, menyatakan sifat-sifat dan hakekat Kerajaan Allah yang baru dan menunjukkan jalan yang harus ditempuh untuk dapat masuk. Jadi tertinjau dari sudut itu wahyu Yesus adalah lanjutan wahyu lama pada taraf persiapan saja. Itu memang benar, tetapi pernyataan, tuntutan dan cita-cita wahyu Yesus terletak pada suatu tingkatan yang jauh lebih tinggi dan agung. ditinjau dari sudut yang lain, harus tetap diperhatikan, bahwa wahyu yang baru mencapai tujuan terakhir dari jalan penyelamatan, yaitu perwujudan itu berarti memperoleh bagian dalam hidup Ilahi sebagai anak Allah sejati dan ahliwaris kemuliaan dan kebahagiaanNya. Perwujudan itu terjadi ketika Putera manusia menjadi manusia. Tetapi ketika itu dan untuk sementara dalam satu orang manusia saja, yaitu dalam diri Yesus dari Nasaret. Tetapi didalam Dia secara istimewa, yaitu dengan menjadi sepribadi dengan Putera Allah, dan dengan sepenuh-penuhnya, supaya dalam kepenuhanNya itu masing-masing manusia akan menerima bagiannya (Yoh. 1:16). Putera Allah yang menjadi manusia ditentukan untuk sebagai "Adam kedua" menjelmakan umat manusia yang baru Allah, yang anggota-anggotanya masing-masing dapat dianugerahi hidup abadi yang Ilahi itu, dalam kesatuan denganNya.
Hal ini tidak segera dapat terlangsung. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi lebih dahulu. Syarat pokok dan terberat hanya dapat ditepati oleh Yesus sendiri, yaitu menjauhkan dan menghancurkan satu-satunya rintangan yang paling mutlak, ialah kekuasaan dosa yang maharajalela sebagai akibat dosa adam pertama. Hal itu terlaksana pada akhir hidupnya dengan membiarkan dirinya disalibkan sebagai wakil seluruh umat manusia.
Syarat-syarat lain harus dipenuhi oleh tiap-tiap manusia yang hendak diselamatkan sendiri. Dan supaya sanggup memenuhinya, perlu pengertian dan didikan. Pengertian dan didikan itu disampaikan oleh Yesus dengan wahyuNya. Sebab itu tugas Yesus yang pertama dan terpanjang ialah mengajar orang, menyatakan sifat-sifat danhakekat Kerajaan Allah yang baru dan menudnyukka jalan yang harus ditempuh untuk dapat masuk. Jadi tertinjau dari sudut itu wahyu Yesus adalah lanjutan wahyu lama pada taraf persiapan saja. Itu memang benar, tetapi pernyataan, tuntutan dan cita-cita wahyu Yesus terletak pada suatu tingkatan yang jauh lebih tinggi dan agung. Ditinjau dari sudut yang lain, harus tetap diperhatikan, bahwa wahyu yang baru mencapai tujuan terakhir dari jalan penyelamatan, yaitu perwahyuan keselamatan.
Keagungan Wahyu Perjanyian Baru
Surat kepada orang Ibrani (Ibr. 1:1-2) membanggakan keagungan wahyu Perjanjian Baru diatas yang Lama dengan menandaskan bahwa "dizaman terakhir ini Ia (Allah) telah berbicara kepada kita dalam Putera", dan dalam ayat-ayat yang berikut menerangkan bahwa Putera itu setara dengan Allah.
Putera dalam menjadi manusia diutus sebagai "Sabda" Allah (Yoh. 1:2-14). Itu berarti bahwa Allah hendak menyatakan Dirinya kepada kita dengan dan dalam SabdaNya itu. Sabda itu sendiri berwujud Allah (Yoh. 1:1), dan sebab itu mengetahui segala rahasia Allah seutuh-utuhnya. Dan "Sabda ini telah menjadi daging" (Yoh. 1:14), juga supaya Ia langsung dapat berbicara kepada manusia dengan bahasa mereka sendiri, supaya tepat dapat dimengerti, lagipun dengan gaya suara yang mengesankan dan dalam meresap. Dan yang lebih penting lagi inilah, bahwa Ia dalam bentuk manusia, dengan sikap dan cara hidupNya, dengan segala tingkah-laku dan perbuatanNya, dengan seluruh sifat kepribadiannya, dengan senyata-senyatanya dapat menunjukkan keluhuran dan kesempurnaan Kerajaan Allah yang baru , yaitu kesempurnaan Allah sendiri yang harus kitapun dekati sedapat-dapatnya (Mat. 5:48). Dalam hidupnya sebagai manusia juga Ia memancarkan cahaya kemuliaan BapaNya, dan merupakan gambar yang serasi dari wujud Allah (Ibr. 1:3; Kol. 1:15; II Kor. 4:4), sehingga Yesus sendiri dapat menandaskan tentangNya: "Siapa melihat Aku, dia melihat Bapa" (Yoh. 14:9-10).
Apakah Jalan Yesus Menyampaikan WahyuNya?
Dalam Mark. 1:14-15 kita baca: Setelah Yoanes dipenjarakan Yesus pergi ke Galilea dan memaklumkan disitu Kabar-gembira, SabdaNya: "Sudah genaplah waktunya, Kerajaan Allah sudah dekat, maka bertobatlah dan percayalah Kabar-gembira". Yesus lalu berkeliling diseluruh Galilea dan mengajar didalam sinagoge-sinagoge mereka, memaklumkan Kabar-gembira tentang Kerajaan serta menyembuhkan segala penyakit dan pengidapan orang. (Mat. 4:23). Ada kalanya ratusan ribuan orang mengikutiNya untuk mendengarkan pengajaranNya yang "penuh kekuasaan", dan dimana saja orang berkumpul Ia mengajar. Rakyat jelata merasa tertarik kepadanya. Dengan intuisinya yang masih murni, mereka merasa dan menginsyafi, bahwa Ia berbicara atas nama Allah dan kuasa Allah hidup didalamNya. Selain dari Galilea Ia menjelajah daerah-daerah sekitar Galilea yang masih setengah kafir, mengajar juga di Samaria, beberapa kali pergi ke Yerusyalem mengajar disitu dan tempat-tempat lain di Yudea, juga sampai di Perea. apakah gerangan dari pendengar-pendengar sebanyak itu Yesus sudah bermaksud membentuk suatu umat? Bukan, Ia hanya hendak meletakkan dasar Kerajaan Allah yang baru. Ia hanya hendak menabur, sedangkan murid-muridnya kemudian, sesudah peristiwa pentakosta, memungut panen. (Lih. Yoh. 4:35-38).
Dari rakyat jelata ada pula yang kerap sekali ataupun selalu (Kis. 1:21-22) mengiringi Yesus pada perjalanan-perjalananNya. Mereka biasa disebut "murid-murid Yesus". Jumlah mereka tidak sedikit. Dalam Luk. 10:1-20 kita baca bahwa pada suatu hari Yesus menyuruh 72 murid pergi mengajar dipedusunan. Dan 120 orang yang menurut Kis. 1:15 pada suatu kesempatan sedang berkumpul di Yerusyalem, tentu saja semua murid Yesus. Para murid itu sebenarnya sudah merupakan pokok umat, yang akan berkembang sesudah Pentakosta. Tentu semua murid itu kemudian turut serta mengajar Injil.
Pada permulaan munculNya sudah dipilih Yesus dari murid-muridNya 12 orang yang dinamakanNya "utusan" atau "pesuruh". Tentu dalam arti bahwa mereka akan bertugas memaklumkan Kabar-gembira. Mereka itu "meninggalkan kesemuanya" untuk tetap hidup bersama dengan Yesus. Maksud Yesus supaya mereka dididik sercara istimewa, supaya mereka kemudian cakap melancutkan pekerjaan Yesus, sebagai wakil-wakilNya yang kelihatan, sesudah Yesus naik kesurga.
Hasil Usaha Yesus Pada Rasul - Rasul
Rasul-rasul orang sederhana, tanpa didikan sekolah, tetapi luhur hati, bercita-cita tinggi, berotak dan berwatak wajar, seia dan rela berkurban, dan dalam mata Yesus itulah yang merupakan dasar yang jitu untuk berhasil mendidik mereka. Memang dengan sengaja Yesus memilih yang lemah dan rendah, agar jangan seorangpun membanggakandiri dihadapan Allah. (1 Kor. 1:27-29 dgn bdl. pula II Kor. 12:9-10). Dan bahwa pemilihan Yesus tepatnya benar, telah terbukti bagi kita oleh sejarah Gereja purba.
Juga kepada mereka Yesus tidak menyatakan Diri, maksud kedatanganNya dan hakekat kerajaanNya segera dengan sepenuh-penuhnya.
Mereka berminat sungguh-sungguh tetapi pengertian mereka berkembang lambat-lambat sekali. Yang sama dapat dikatakan tentang sifat-sifat kepribadian, kemurnian cita-cita dan semangat mereka. Namun demikian Yesus sangat menghargakan mereka dan puas dengan kemajuan mereka, seperti antara lain nyata dalam sikap dan ucapan-ucapan Yesus pada perjamuan terakhir, sebagaimana kita baca dan dapat merasakan dalam Yoh. 13;31-17:26.
Memang pengertian dan semangat mereka waktu sengsara Yesus sangat mengecewakan. Dan menjelang kenaikan kesurga, mereka masih belum insyaf, bahwa Kerajaan Allah yang akan didirikan mereka, semata-mata rohani dan akan meliputi segala bangsa dunia, sebab masih bertanya apakah ketika itu juga Yesus hendak "memulihkan kerajaan Israil".
Tetapi Yesus tidak kecewa. Dengan tak ragu-ragu Ia mempercayakan kepada mereka wahyu dan kuasaNya dan seluruh pembangunan GerejaNya, yaitu Kerajaan Allah baru; Ia tahu bahwa segala kekurangan mereka akan dilengkapi oleh Roh Kudus. Amanat Yesus terakhir kepada mereka ialah: "KepadaKu diserahkan seluruh kekuasaan disurga dan dibumi, maka pergilah kamu dan buatlah semua bangsa menjadi murid-muridKu, dengan mempermandikan mereka dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka memenuhi segalanya yang telah Kuperintahkan kepadamu, dan Aku akan menyertai kamu tiap-tiap hari sampai pada akhir dunia" (Mat. 28:18-20. Bdl. juga Mark. 16:20 dan Kisah 1:8; 2:4).
Pemeliharaan Wahyu Yesus oleh Rasul-Rasul
Sesudah kenaikan Yesus kesurga rasul-rasul adalah pendukung wahyu Yesus yang resmi, untuk memelihara dan melaksanakannya. Dalam pergaulan erat-mesra mereka dengan Yesus, dua tiga tahaun lamanya, tak boleh tidak pengajaran Yesus sudah meresapi sangat dalam-dalam hati sanubari mereka sehingga tak terlupakan lagi. Ucapan-ucapan Yesus dengan warna dan tekanan suaraNya, dengan corak ungkapan-ungkapan dan lagu kalimat-kalimatNya, tentu tetap bergaung dalam telinga dan ingatan mereka. Dan biarpun pada pertama kali terdengar sebutan-sebutan Yesus masih kabur bagi mereka, namun dengan mendengar pernyataan Yesus yang sama atau hampir sama berulang-ulang kali dalam pelbagai hubungan dan disoroti dari banyak seginya, maka lama-kelamaan pengertian bertambah-tambah jelas dan akhirnya terang oleh dan sesudah kebangkitan Yesus.
Dan yang sama harus dikatakan tentang hal-hal yang telah mereka saksikan dengan mata. Peristiwa-peristiwa hidup Yesus, sikap hidup dan tingkahlakuNya, mukjizat-mukjizat, dan khususnya kebaikan hati dan kemesraan cinta-kasih Yesus terhadap semua orang, tentu terkesan demikian kuat sehingga tak terhapuskan lagi dan secara terperinsci tetap terbayang dalam ingatan mereka.
Jadi kebenaran penyaksian mereka, juga ditinjau dari sudut ilmu sejarah cukup terjamin dan tak dapat disangsikan. Tetapi bagi kita lebih penting lagi jaminan yang terletak dalam janji Yesus kepada mereka, yang teruntuk bagi kita juga, yakni bahwa mereka akan menerima Roh Kudus sebagai pengajar ganti Yesus, dan bahwa Ia mengingatkan mereka segalanya yang telah dinyatakan Yesus kepada mereka (Yoh. 14:26) malah menghantar mereka kepada seluruh kebenaran yang mereka belum sanggup menanggungnya selama pergaulannya dengan Yesus (Yoh. 16:12-13)
Rasul - Rasul Dipenuhi Dengan Roh Kudus
Setelah pada Pentakosta janji Yesus dipenuhi, dan rasul-rasul baru saja dipenuhi dengan Roh Kudus, maka segera mereka tampil kemuka, memberi kesaksian tentang Yesus, penuh pengetian dan semangat. Petrus berani menyerukan kepada ribuan orang Yahudi yang berkumpul: "Yesus yang telah kamu pakukan pada salib dan bunuh dengan tangan orang-oang yang tak ber Tuhan, Ia telah dibangkit oleh Allah, dan kami in adalah saksi hal itu. Ia telah dibangkitkan oleh Allah dan dilantik sebagai Tuhan dan Kristus. (Lih. Kis. 2:23-24, 32,33,36). Ribuan orang percaya dan dipermandikan.
Lalu mereka mengajar tiap-tiap hari dalam kenisah dan rumah-rumah orang (Kis. {ayat|Ras. 5:42}}). Oleh mahkamah agung mereka dilarang mengajar lagi dengan mengucap nama Yesus itu, malah diancam, dipenjarakan dan disiksakan, tetapi mereka tak acuh dan mengajar terus. Dengan tak segan-segan mereka berkata didepan mahkamah agung itu: Pikirkanlah sendiri, apakah boleh kami lebih menurut perintah kamu dari perintah Allah; tak boleh kami diamkan saja apa yang telah kami saksikan dan dengar (Kis. 4:19-22; 5:29). Dan sesudah mereka pernah didera didepan mahkamah agung, mereka keluar dengan merasa gembira sebab telah dipandang layak untuk menderita kehinaan demi nama Yesus (Kis. 5:40-41).
Kerugma dan Katekhese
Penyiaran Injil dalam gereja purba sangat umum disebut "kerugma". Istilah itu mempunyai corak yang berarti. Orang Yunani menggunakannya untuk pengumuman resmi dari titah-titah pemerintahan tertinggi, sebagaimana dengan meriah dikumandangkan oleh bentara-bentara kepada rakyat. Sedemikian itu para rasul beserta para pembantunya memandang diri hanya sebagai bentara-bentara Kristus yang dengan resmi mengumumkan wahyu Allah, dan bukan suatu filsafat buah pemikiran mereka sendiri. Pada hemat kami istilah "kerugma" itu sangat tepat dapat diterjemahkan dengan "pemakluman". Disamping istilah "kerugma" tersebut digunakan pula istilah "kesaksian", khususnya juga oleh Rasul Yoanes. Artinya pada pokoknya sama; disini bercorak: memberi kesaksian akan kebenaran Injil, sebagaimana dinyatakan oleh ucapan-ucapan dan berbuatan-perbuatan Yesus dan dalam peristiwa-peristiwa hidupNya. Dan sesudah oleh pemakluman Injil ada orang yang percaya, pun telah menjadi murid-murid Yesus dengan menerima Sakramen Permandian, maka perlu lagi, menurut pesan Yesus (Mat. 28:20) mereka diberi pelajaran selanjutnya. Untuk itu dan memang sudah lebih dahulu, yaitu seiring dengan pemakluman Injil maka para rasul dan pembantunya mengajar, secara memberi penjelasan dan tafsiran akan arti dan maksud pernyataan Yesus serta menarik kesimpulan-kesimpulan daripadanya untuk praktek hidup. Pengajaran agama yang serupa itu dewasa itu sudah disebut "katekhese".
Perwujudan Wahyu Injil<
Ujud terutama tugas rasul-rasul, ialah mewujudkan tujuan, tuntutan-tuntutan dan cita-cita Injil. Untuk itu Yesus telah menyerahkan kuasaNya sendiri kepada mereka. Kuasa itu misalnya mempermandikan orang dan dengan demikian menerima mereka masuk Kerajaan Allah, memberi mereka penghapusan dosa dan hidup abadi, menjadikan mereka anak Allah dan anggota-anggota Tubuh-Mistik Kristus. Juga kuasa untuk memberi pengampunan dosa selanjutnya (Yoh. 20:21-23), lagi kuasa mengikat dan melepaskan (Mat. 16:18; 18:17), artinya menetapkan perundungan (hukum) gereja dan meniadakannya kembali, menghukum dan mengampuni.
Dalam Yoh. 21:15-17 tugas rasul-rasul (khususnya Petrus) disebut Yesus sendiri 'menggembalakan" umat-umat, artinya memimpin, melindungi mereka, menyediakan bagi mereka bekal rohani untuk sehari-hari, khususnya menghidupi mereka dengan "Memecahkan Roti" itu baginya, dan dengan menumpangkan tangan atas mereka, memberi mereka Roh Kudus dengan kurnia-kurniaNya (kharisma-kharisma). Tugas rasul-rasul pula, mengurus umat-umat, mengatur cara ibadat umum, hidup keagamaan, kemasyarakatan dan pribadi menurut tuntutan-tuntutan dan cita-cita Injil, mentahbiskan uskup, imam-imam, dan pengajar-pengajar resmi sebagai wakil-wakil dan pengganti mereka sendiri dalam umat-umat.
Dengan demikian, dengan usaha para rasul dan para pembantu mereka, tetapi pada hakekatnya oleh rahmat Kristus dan penyelenggaraan Roh Kudus, Kerajaan Allah, umat Allah yang baru itu, secara lahir, tetapi tak kurang secara batin, pesat sekali berkembang. Ajaib sekali dan memang merupakan satu misteri benar-benar, bahwa dalam jangka waktu kira-kira 30 tahun, sewaktu rasul-rasul masih hidup, gereja sudah tersebar diseluruh dunia, yang terkenal dewasa itu, kearah Timur sampai di India selamat, di Mesir dan Abesinia, di Afrika utara sepanjang Laut Tengah, kearah Barat sampai di Perancis dan Spanyol. Dan dimana-mana iman demikian mendalam dan menjadi kuat, sehingga ratusan, barangkali ribuan rela mati dibunuh untuk mempertahankannya.
Wahyu Perjanjian Baru Dalam Bentuk Tradisi
Yesus menyampaikan wahyuNya melulu dengan lisan. "Dengan lisan" dalam arti umum, yaitu bukan saja dengan suara, melainkan juga dengan tanda-tanda, perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan. Dengan cara sekedar sama rasul-rasul menyampaikan dan menyerahkan wahyu itu pula kepada umat-umat. Menyerahkannya kepada umat-umat sehingga mendapat suatu bentuk yang agak pasti didalamnya. Pada dasarnya dalam pemakluman umum dan pengajaran sehari-hari, yaitu dalam "kerugma" dan "katekhese". Pemilihan bahan dari seluruh wahyu, susunan dan bahasa yang digunakan didalamnya lama-kelamaan mendapat suatu ketetapan, yang berasal dari rasul-rasul, lalu merambat dari umat keumat dan akhirnya diturunkan turun temurun.
Dapat dikatakan pula, bahwa dengan demikian wahyu atau Injil mendapat hidup dalam kepercayaan umum. Tetapi Ijil atau kepercayaan yang hidup itu mendapat bentuk yang lebih pasti dan nyata lagi dalam praktek hidup umat-umat, yaitu dalam tatacara ibadah umum (liturgi), dalam upacara sakramen-sakramen, khususnya dalam upacara perayaan Ekaristi (pemecahan Roti), dalam tatasusila dan kesalehan umum dan pribadi, dalam hidup kemasyarakatan, berdasarkan hukum cinta-kasih, dan akhirnya juga dalam susunan dan peraturan-peraturan pemimpin umat-umat, yang pada pokoknya berasal dari Yesus juga.
Sebagai kesimpulan dapat kita rumusan, bahwa didalam gereja purba, Injil mendapat bentuknya yang pasti dalam riwayat lisan dan hukum serta adat-istiadat keagamaan, yang hidup dan merata dalam segala umat. Bentuk itu bisa disebut "tradisi". Dengan istilah yang digunakan dalam segala bahasa dunia itu, dimaksudkan riwayat lisan dan adat-istiadat yang resmi.
Dalam tradisi itu Injil dipelihara dan disebarkan dalam Gereja purba dan selanjutnya, dibawah pengawasan rasul-rasul serta pengganti mereka kemudian, dan dengan penyelenggaraaan Roh Kudus, sehingga kebenarannya terjamin.
Wahyu Perjanjian Baru Dalam Bentuk Tulisan
Lama kelamaan muncul orang yang merasa terdorong untuk menuliskan pernyataan-pernyataan dan ajaran-ajaran Yesus, baik yang berupa ucapan maupun peristiwa-peristiwa hidupNya. Dan segala karya yang terbit dewasa itu ada yang dikenal dan diterima sebagai berisi wahyu sejati dan sebab itu dimasukkan kedalam daftar buku-buku Kitab Kudus.
Yang pertama ditulis, ialah "karangan-Injil" Rasul Mateus asli dalam bahasa Aramea, yang diduga dikarang antara tahun 40 dan 50. Karya itu tak lama kemudian diterjemahkan dalam bahasa Yunani dan "Mt." yang kini kita baca sebagai "Injil pertama" disangka merupakan suatu pengolahan dari pada yang asli, ditambahkan dengan bahan-bahan dari sumber-sumber lain. Karangan ini nampaknya ditulis sebagai buku pelajaran agama.
Kedua yang menulis, menurut urutan waktu, ialah Rasul Paulus. Suratnya yang pertama (I Tes.) ditulis dalam tahun 51 atau 52; II. Tes. dalam tahun yang sama. Surat-surat besar, I dan II Kor., Gal., Rom. ditulis antara 56 dan 58. yang berikut, yaitu Kol. Pilemon, Ef. dan barangkali Pil. ditulis sewaktu tahanan Paulus yang pertama di Roma, 61-63. I Tim. dan Tit. ditulis Paulus sesudah dibebaskan dari tahanan itu, dan II Tim. dalam tawanan kedua di Roma, tak lama sebelum wafatnya Paulus sebagai martir disitu. Tentang surat "Ibr." tidak ada kepastian.
Surat-surat Paulus itu merupakan pengajaran tertulis bagi umat-umat atau orang-orang pribadi tertentu, karena terasa baik atau perlu untuk memberi peringatan-peringatan, memberi hati, nasehat-nasehat, penjelasan atau ajakan, atau dibutuhkan karena keadaan genting atau kekacauan dalam umat."Injil kedua (MK.) diduga tertulis antara 60-63, dan menurut "riwayat lisan" atau permintaan umat Roma."Injil ketiga" (LK.) diduga tertulis sesudah 63, sebab banyak para ahli beranggapan, bahwa karangan Lk. sangat diperngaruhi karangan Mk. Rupa-rupanya ia terdorong untuk menulis sebab merasa perlu suatu tulisan yang agak lengkap untuk membuktikan dan menjelaskan kebenaran yang biasa diajarkan secara lisan, dan khususnya bagi orang Yunani dan Romawi yang agak lebih cerdas."Injil keempat" (Yo.) ada kekhususannya yang menyolok. rupanya hendak mengemukakan ajaran-ajaran Yesus yang lebih mendalam ataupun secara lebih mendalam, sebagai buah hasil perenungan-perenungannya sendiri. Menurut riwayat lisan ia menuliskan sebab diminta oleh "uskup-uskup dan sahabat-sabahat", sebagai ringkasan pengajaran yang biasa, dan ditulis pada akhir hidupnya di Efesus."Wahyu Yoanes" rupanya sebagian langsung diilham oleh Roh Kudus dan ditulis antara 95-96 dalam pembuangan Yoanes dipulau Patmos.
Surat-surat yang biasa disebut "surat-surat katolik", yaitu I,II,III Yo. I,II Petr. Yak. dan Yudas ditulis antara 60 dan 100. Surat-surat ini pun seperti surat-surat Paulus ditulis berasal kebutuhan-kebutuhan istimewa dalam umat-umat atau wilayah-wilayah tertentu.
Kitab Kudus Tertulis Atas Penyelenggaraan Roh Kudus
Dalam fasal terakhir, karangan-karangan yang disebut disitu kita tinjau sebagai karya-karya serba manusiawi dan ditulis atas dorongan para penulis sendiri. Tetapi sebagai termasuk Kitab Kudus karangan-karangan itu sebenarnya ditulis atas dorongan Roh Kudus dan Iapun yang menentukan tujuannya masing-masing.
Roh Kudus adalah penyelenggaraan utama Gereja, dan khususnya dari gereja purba, dizaman rasul-rasul secara istimewa dan nyata menonjol.
Tetapi sesudah zaman itu, Gereja dimaksudkan demikian kukuh dan lengkap berdiri, sehingga ia selanjutnya sanggup memperkembangkan dirinya sendiri atas dasar Gereja purba itu, memang tetap dibawah pimpinan Roh Kudus, tetapi tidak secara nyata menonjol lagi.
Tetapi Gereja yang diserahkan oleh para rasul kepada para pengganti mereka tidak cukup kukuh dan tidak lengkap tanpa Injil tertulis, maka kita mengerti mengapa diselenggarakan oleh Roh Kudus supaya dikerjakan. Bentuk "tradisi" memang cukup selama masih dapat diawasi oleh para rasul, tetapi sesudah itu mudah berubah-ubah bentuk dan akhirnya juga isinya, khususnya kalau terpaksa disiarkan dan diturunkan dari mulut kemulut dan dengan jalan adat-istiadat. Makin jauh dari pusat mengenai tempat dan waktu, makin mudah berubah. Hal itu terkenal lazim dan sebab itu gampang menimbulkan kesangsian, keragu-raguan, malah sampai kesesatan juga. Tetapi dalam bentuk tulisan, yang terjamin pula ketulenan dan ketulusannya, wahyu Allah lebih membangunkan kepercayaan dan keyakinan yang kukuh. Pun bagi para pemimpin Gereja ia merupakan perbendaharaan kebenaran Ilahi yang mahakaya dan pedoman yang pasti, untuk merumuskan ajaran-ajarannya setepat-tepatnya dan menentukan cara pemimpinnya sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang berubah-ubah menurut perkembangan kebudayaan umum atau keperluan yang tidak sama pada segala tempat.
Ada lain faedah lagi, yang tentu dikehendaki Roh Kudus pula. Dalam bentuk buku wahyu Allah mudah dapat disampaikan kepada semua orang masing-masing. Dengan itu tiap-tiap manusia dapat mengenai seluruh wahyu Allah seutuh-utuhnya dan dalam segala seluk-beluknya. Ia dapat merasakan Allah sendiri langsung berbicara dan menyatakan diri, kehendak dan cita-citaNya, kepada dia. Dan ia berkesempatan untuk merenungi pernyataan sesuka hatinya, menyelidikinya dalam segala segi-seginya, sehingga pengertianya meluas dan mendalam, hubungannya dengan Allah dipererat dan hidup keagamaan diperdalam dan dipergiat.
Kitab Kudus Diilhami Oleh Roh Kudus
Tentu Injil tertulis itu harus terjamin kebenarannya dengan sepasti-pastinya. Itupun oleh penyelenggaraan Roh Kudus.
Menurut keputusan resmi (dogma) Gereja Kudus dalam Konsili Vatikan I harus kita percaya, bahwa Kitab Kudus ditulis dengan ilham Roh Kudus demikian rupa, sehingga Allah sendiri menjadi pengarangnya, dan demikian diserahkan kepada Gereja.
Apakah artinya istilah "ilham" itu disini?Istilah yang sama artinya atau ungkapan yang serasi dengannya, sudah terdapat dalam Kitab Kudus sendiri. Misalnya dalam II Tim. 3:16; II Petr. I:20; Mark. 12;37; Ibr. 1:1-2; wahyu 1:11-19, dll.bila dikatakan "dengan ilham Roh Kudus", hal itu berarti bahwa ada manusia yang diilhami untuk dan dalam menulis karangan-karangan Kitab Kudus. Dan kalau dikatakan, bahwa Allah sendiri adalah pengarang Kitab Kudus, maka itu sekurang-kurangnya dalam arti bahwa baik isi maupun bentuk hakiki berasal dari padanya.
Kalau demikian apakah peranan penulis manusia itu? Ada yang berkata bahwa Roh Kudus menggunakan si penulis sebagai alat. Tanggapan ini tidak salah tepat pun tidak. Salah kalau dibayangkan, seperti telah banyak terjadi, seolah-olah Roh Kudus membisikan (mendiktekan) dalam batin penulis apa yang harus ditulisnya, kira-kira kalimat demi kalimat. Kalau demikian, maka penulis berpangkat jurutulis saja. Tetapi tanggapan itu benar dalam arti bahwa Roh Kudus menggunakan seluruh kepribadian dan pembawaan penulis itu, yaitu pengetahuannya, cara, pikirannya, daya khayalnya, daya rasa hati sanubarinya, sifat-sifat wataknya, daya cipta, bahasa dan gaya bahasanya.
Memang untuk menyatakan diri kepada manusia Allah terpaksa menggunakan bahasa manusia. Dari mana memungut bahasa itu? Dapat dibayangkan, bahwa untuk itu Ia memilih seorang pribadi tertentu yang pandai, dengan bakat, pembawaan dan sifat-sifat wataknya mengerjakan sebuah karangan, yang isi dan bentuknya cocok dengan apa yang dikehendaki Allah sendiri. Dalam mengerjakan, ia dibimbing dan dipengaruhi oleh Roh Kudus. Tetapi bila kita harus perjaya bahwa Allah (Roh Kudus) adalah pengarang Kitab Kudus, baik isi maupun bentuknya, dan diterangkan pula, bahwa penulis manusia bukan juru tulis saja, melainkan harus disebut pengarang juga dalam arti yang lazim, atau arti yang lebih luas lagi, maka harus dikatakan, bahwa Kitab Kudus terjelma oleh kerjasama antara Allah dan manusia yang erat sekali, secara saling meresapi sehingga bekerja senyawa. Dalam itu Allah tetap pengarang utama, yang mempengaruhi penulis-penulis. Cara kerja sama itu sukar dibayangkan. Memang merupakan "misteri", artinya suatu rahasia agama.
Meski demikian kita boleh membayangkannya sekedar dengan membandingkan dengan kerja-sama antara Allah dan manusia dilapangan-lapangan yang lain. Ada yang membandingkannya dengan cara kerjasama antara Roh Kudus dan manusia pada taraf ataskodrat dalam batin manusia sendiri. Tentu tidak mungkin manusia dengan tenaga serba kodrati dapat berbuat apa-apa untuk menjelmakan dan memperkembangkan hidup ataskodratnya. Tetapi bila ia mempunyai hidup atas kodrati itu, hidup ini dapat berkembang dengan usaha manusia sendiri. Mempunyai hidup berarti, bahwa Roh Kudus tinggal dan tetap bekerja dalam manusia itu, dan dilapangan ataskodrati itu bersama dengan kehendak dan tenaga manusia itu sendiri. Dalam kerjasama itu perbuatan-perbuatan manusia yang baik menjadi bersifat ataskodrat, dan sebagai buah hasil kerjasama dengan Roh Kudus tetap merupakan anugerah Allah, dan demikian dapat menambahkan bagian kita dalam hidup Ilahi dan warisan kita dalam kehidupan kekal. Ada pula yang membandingkan cara ilham Roh Kudus dengan "Inkarnasi", yaitu dengan penjelmaan Sabda Allah menjadi manusia. Oleh "inkarnasi" itu Putera Allah manusia Yesus dari Nasaret itu menjadi satu pribadi. Dalam kesatuan pribadi itu kerja sama antara Allah (Putera Allah), dan manusia Yesus itu menjadi demikian erat dan satu, sehingga segala perbuatan pribadi "Kristus" itu dapat disebut perbuatan Allah dan juga perbuatan Yesus sebagai manusia, dan misalnya Ibu Yesus boleh disebut Bunda Allah dan dapat dikatakan, bahwa Allah telah bersengsara dan wafat bagi kita umat manusia.
Barangkali berguna lagi perbadingan dilapangan kodrati yang berikut ini. Bila lahir manusia baru, tak seorangpun yang menyaksikan bahwa anak yang lahir itu semata-mata ciptaan Allah. Tetapi penjelmaan anak itu tidak pula jadi tanpa kehendak ibu-bapanya, yang rela menjalankan dayacipta kodrati yang diletakkan Allah dalam mereka. Jadi disini pula suatu jenis kerjasama antara Allah dan manusia, dimana Allah nyatalah pencipta utama, tetapi menggunakan manusia sebagai alatNya yang bebas. Dengan demikian buah hasil kerjasama itu satu. Demikian mengenai Roh Kudus buah hasil penciptaan adalah satu, dan bentuk karangan-karangan adalah ciptaan Allah juga, meskipun menunjukkan sifat-sifat serba manusiawi, malah dengan segala kekurangannya juga, seperti anak-anakpun mempunyai sifat-sifat orang tuanya, meskipun dia ciptaan Allah juga.
Tentang Perbedaan - Perbedaan Dalam Pemberitaan Hal - Hal Yang Sama
Sebab Roh Kudus menggunakan segala sifat dan pembawaan para pengarang manusia, seperti dipaparkan dalam fasal yang lalu, dengan sendirinya terdapat banyak perbedaan antara karangan masing-masing, juga dimana mereka memberikan peristiwa-peristiwa, kejadian-kejadian atau ucapan-ucapan Yesus yang isinya atau intinya sama.
Seperti telah dikatakan dalam fasal yang lalu, Roh Kudus juga menggunakan pengetahuan para pengarang. Jarang sekali Ia langsung mengilhamkan apa yang ditulis. Ia membiarkan pengarang-pengarang memilih bahannya sendiri dari yang banyak yang tersedia bagi mereka. Lihatlah Yoh. 20:30; 21:35. Pemilihan bergantung pula pada sumber-sumber mereka dan tujuan mereka yang khusus. Mateus menulis sebagai penyaksi mata dan maksudnya menulis suatu buku pelajaran. Hal itu menentukan pemilihan bahan dan bentuk karangannya. Markus menceritakan apa yang didengarnya dari Rasul Petrus dan bentuk karangannya ceritera-ceritera saja. Lukas mencari sumber-sumbernya dalam tradisi, diantaranya yang berbentuk tulisan, dan ia sebagai ahli pengarang menyelidiki keberatan sumber-sumbernya dengan teliti, menyusun bagus dan memilih menurut seleranya, suka menonjolkan sifat-sifat Yesus yang tertentu dan ajarnya-ajaran yang penting bagi orang beriman bekas penyembah dewa-dewa. Yoanes adalah penyaksi mata semata-mata dan menulis semuanya menurut pengertian pada akhir hidupnya, sebagai hasil perenungannya terus menerus. Paulus diberi wahyu yang khusus langsung dari Kristus yang kelihatan kepadanya dalam kemuliaanNya, dan sebagian terbesar dari bahannya diambilnya dari tradisi. Tidak seorang pengarang bermaksud menulis riwayat hidup Yesus yang agak lengkap. Mereka mengutamakan ajaran-ajaran Yesus, dan diapun tidak diberikan lengkap. Tentang peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian, yang satu memberitakan dengan ringkas, yang lain secara lebar dan terperinci, yang satu meninjaukan dari sudut ini, yang lain berminat kepada segi-segi yang lain; dan yang mengambil bahan dari tradisi, tidak selalu menemukan cerita-cerita dalam bentuk dan bahan yang sama. Segala perbedaan yang berpokok pada hal-hal itu tak pernah mengenai hakekat berita-berita sebagai wahyu, melaikan hanya bentuk yang tidak hakiki dan tiap-tiap bentuk dibiarkan oleh Roh Kudus dan terasa cukup teliti dan tepat olehNya. Maka perbedaan-perbedaan dapat dianggap sebagai sengaja dikehendaki olehNya, supaya kebenaran-kebenaran disoroti dalam bganyak segi-seginya sehingga keseluruhan Injil lebih jelas dan utuh.
Yang sama dapat dikatakan tentang ucapan-ucapan Yesus, yang isinya atau intinya sama, tetapi tidak selalu diberikan dengan perkataan yang sama dan tidak sama lengkap. Untuk mengerti terjajinya perbedaan-perbedaan itu dapat dikemukakan bahwa Yesus tentu banyak sekali mengulangi ajaran-ajaran dan ucapan-ucapanNya, tetapi tidak selalu dengan perkataan yang sama, dan satu kali lebih lengkap dari pada kesempatan yang lain. Tetapi meskipun dapat kita bayangkan, bahwa Rasul-rasul seperti Petrus, Yoanes dan Mateus, demikian berminat terhadap ucapan-ucapan Yesus, sehingga banyak sekali juga bunyi, tekanan dan irama perkataannya sangat kuat terkesan dan berlekat dalam ingatan mereka, namun yang diutamakan mereka ialah isi, makna dan maksud ajaran-ajaran Yesus. Dan pengertian akan itu makin lama makin bertumbuh luas dan jelas, sehingga mereka dalam pengajarannya memilih bentuk yang cocok dengan maksud asli Yesus, tetapi bebas terambil dari perbendaharaan bahasa mereka masing-masing, sesuai dengan kecakapan mereka dan dayatanggap para pendengar. Tambahan pula, bahwa bahasa Aramea yang digunakan Yesus, harus diterjemahkan bagi orang-orang yang bukan Yahudi, dan tentu tidak segala penterjemah memilih ungkapan-ungkapan yang sama. Dari sebab itu kita mengerti bahwa dalam tradisi resmi terdapat perbedaan-perbedaan tersebut.
Dengan ringkas dapat ditandaskan, bahwa dalam karangan-karangan Perjanjian Baru, kepribadian Yesus dan kebenaran yang diajarkannya, selalu tepat yang sama dan perbedaan-perbedaan mengenai bentuk yang tidak hakiki saja.
Tidak Terdapat Kekhilafan Dalam Kitab Kudus
Kalau Allah pengarang segala karangan Kitab Kudus dan seluruh isi dan bentuk hakiki diilhami oleh Roh Kudus, tentu saja terjaminlah kebenaran segala ucapan yang mengandung suatu ajaran. Itu bukan dilapangan agama dan kesusilaan, melainkan juga mengenai hal-hal yang fana, bila benar-benar Allah hendak menyatakan atau menandaskan apa dilapangan itu. Tetapi dalil yang terakhir ini telah menimbulkan kesulitan-kesulitan dan persoalan-persoalan, sebab ditemukan didalam Kitab Kudus ucapan-ucapan yang bertentangan dengan pendapat-pendapat ilmiah yang pasti, misalnya dibidang ilmu-alam dan sejarah. Mengenai ilmu alam atau keadaan alam, umpamanya tentang bentuk bumi, gerakan-gerakan jagat raya, pokok-pokok macam-macam penyakit dan lain-lain. Bagaimana bisa Roh Kudus mengilhamkan, bahwa bumi pusat jagat raya dan matahari mengedari bumi dan penyakit-penyakit disebut oleh roh jahat? Jawaban tepat ialah: bahwa Roh Kudus dengan ilmiahNya hanya hendak mengajarkan apa yang penting atau berfaedah untuk hidup abadi, bukan ilmu pengetahuan yang fana. Ia membiarkan saja pengarang menggunakan bahasa populer dengan anggapan-anggapan dan bayangan serta cara berpikir yang lazim dewasa itu, biarpun tidak cocok dengan kenyataan yang sebenarnnya. Seperti kitapun masih berkata "matahari terbit", "matahari terbenam". Aneh sekali seandainya Roh Kudus hendak membetulkan cara ungkapan dan tanggapan penulis-penulis dengan mengilhamkan bahwa bumi sebenarnya berbentuk bulat, berputar keliling porosnya dan mengedari matahari dan lain-lain sebagainya. Ungkapan-ungkapan populer yang dimaskudkan diatas tadi termasuk bahasa dan gaya bahasa saja, bukan isi wahyu sendiri. Hanya bahasa itu, bukan bahasa ilmu pengetahuan modern dapat dimengerti oleh para pembaca dewasa itu.
Kesulitan-kesulitan dilapangan sejarah berbelit-belit. Terdapat cerita-cerita yang sebagian saling bertentangan dan yang berlainan dengan pendapat ilmu sejarah yang cukup pasti. Dan memang Kitab Kudus, terlebih Perjanjian Lama, sebagian besar merupakan buku sejarah. Tetapi harus dicamkan teguh-teguh bahwa Kitab Kudus hanya mau meriwayatkan sejarah penyelamatan, yaitu tindakan-tindakan penyelenggaraan Allah guna mengantar dan membawa umat manusia kepada tujuan hidupnya, ialah keselamatan abadi. Sejarah serba fana hanya diindahkan sekedar sangkutpautnya dengan sejarah suci tersebut, dan sekedar digunakan sebagai bentuk pernyataan wahyu. Kebenaran seluruh cerita-cerita yang bersangkutan, urutan waktu dalam susunannya, angka-angka penanggalan dan sebagainya dewasa itu tidak dipedulikan orang dan sebab itu tidakpun oleh pengarang Kitab Kudus.
Ada pula cerita-cerita pendek dan panjang, yang memberi kesan-kesan seolah-olah dia bersejarah, tetapi sebenarnya buah khayalan seorang pujangga, yang menggunakannya untuk mengemukakan, menjelaskan, ataupun meresapkan suatu ajaran yang penting, tuntutan-tuntutan kesusilaan atau cita-cita yang tertentu. Contohnya yang tepat ialah buku Yob. Tetapi ada banyak yang lain lagi dan termasuk juga perumpamaan-perumpamaan, dan alegori-alegori Perjanjian Baru.
Terdapat pula banyak ungkapan yang nyata terlalu berlebih-lebihan, kejadian-kejadian, angka-angka umur manusia, ukuran-ukuran badan manusia dan benda, dan lain-lain hal, yang lebih ganjil lagi. Dia terambil dari dongengan orang dan termasuk gaya bahasa saja.
Segala persoalan yang mungkin timbul, sukar dipecahkan begitu saja dan sering membutuhkan pembaharuan yang luas dan mendalam. Syukurlah bahwa yang demikian sudah banyak dilaksanakan para sarjana, dan hasil pekerjaan mereka dapat kita baca dalam buku-buku mereka. Pendapat-pendapat mereka sekedar ruangan buku ini mengizinkan disajikan dalam kata pengantar pada tiap-tiap karangan dan dalam catatan-catatan dikaki halaman-halaman.
Dan tentang hal-hal yang penting, sekedar ada kesempatan, kita cari tafsiran yang resmi atau setengah-resmi dalam keputusan-keputusan dan pengumuman-pengumuman umum dari jabatan pengajaran Gereja Kudus yang bersangkutan.
Terpeliharanya Kitab Kudus
Sepanjang Sejarah Gereja Roh Kudus tetap pemimpin Gereja Kudus, biarpun tidak seperti menyolok didalam Gereja purba. Tidak mungkin Ia membiarkan Kitab Kudus yang diselenggarakanNya guna menjadi dasar pengajaran dan pemimpin Gereja untuk selama-lamanya, tidak tetap terpelihara utuh dan murni, salah ditafsirkan atau disalahgunakan sehingga dapat menjadi pokok kesesatan. Untuk itu jabatan Gereja yang resmi tetap dipimpin oleh Roh Kudus.
Kalau dikatakan, bahwa Kitab Kudus bebas dari kekhilafan, hal ini memang mengenai naskah-naskah asli saja. Tetapi naskah-naskah asli itu belum satupun ditemukan. Yang diturunkan kedapa kita, ialah salinan-salinan dan terjemahan-terjemahan dari naskah-naskah asli itu. Salinan-salinan dari abad kedua sampai abad kelima sudah ratusan yang ditemukan. Tetapi hanya beberapa yang lengkap. Dari kebanyakan karangan tersimpan sebagian saja.
Salinan-salinan itu umumnya tidak dikerjakan dengan ketelitian yang kita idamkan, tetapi perbedaan antaranya jarang mengenai isi, melainkan mengenai bentuk bahasanya. Dengan membandingkan segala salinan satu dengan yang lain, para ahli telah berhasil hampir-hampir memulihkan yang asli. Dalam pekerjaan itu digunakan juga terjemahan dalam pelbagai bahasa yang dikerjakan dalam abad-abad pertama sejarah Gereja.
Seperti telah kita lihat, karangan-karangan Kitab Kudus dikerjakan oleh penulis-penulis yang berlain-lainan sifat dan kedudukannya, tidak pada waktu yang sama, dan langsung bagi umat-umat tertentu, serta mula-mula disimpan dan dibaca dalam umat-umat itu saja. Mula-mula tidak begitu jelas, mana dari karangan-karangan yang dibaca itu benar-benar diilham oleh Roh Kudus. Ada misalnya karangan-karangan yang termasuk kanon kita, seperti Yak. II Petr. Ibr. dan Wahyu Yoanes, yang tidak segera diterima oleh semua umat. Alasannya, sebab lama hanya dikenal dan dibaca dalam satu dua umat, tidak diketahui siapa pengarangnya atau juga disalah tafsirkan dan disalahgunakan seperti Ibr. oleh mazhab-mazhab tertentu yang memisahkan diri dari Gereja induk.
Hanya lama-kelamaan karangan-karangan dikumpulkan menjadi satu buku. Gubahan keempat karangan Injil dan segubahan surat-surat Paulus, meskipun belum lengkap, sudah ada sekitar tahun 100. Kanon lengkap yang sekarang kita punya sudah agak resmi di Gereja Timur dalam tahun 367, atas usaha Atanasius, dan di Gereja Barat untuk Afrika Utara dan Roma diresmikan kira-kira duapuluh tahun kemudian.
Daftar itu kemudian diterima oleh seluruh Gereja di Timur dan Barat, juga oleh mazhab yang telah memisahkan diri.
Baru Luter yang menolak beberapa buku dan karangan, dan kebanyakan aliran protestan mengikuti sikapnya. Terhadap mereka Konsili Trete mengambil keputusan, bahwa seluruh "kanon" yang dibenarkan sejak 400 harus diterima sebagai benar-benar masuk Kitab Kudus dan diilham oleh Roh Kudus. Keputusan itu diulangi lagi pada Konsili Vatikan I.
Tentang terjemahan-terjemahan Kitab Kudus dalam bahasa-bahasa daerah tidak dapat dikatakan bahwa dikerjakan dengan ilham Roh Kudus. Tetapi kebenaran isinya jukup terjamin bila terjemahan itu diperiksa dan dibenarkan oleh jabatan pengajaran resmi, biasanya oleh Wali-gereja setempat, dengan memberinya cap "imprimatur".
- Catatan
Istilah 'riwayat-lisan" disini dan selanjutnya berarti "tradisi" yang tercantum atau terkandung dalam buku-buku yang bersifat buku sejarah dari zaman purba Gereja, yang tidak resmi dan kadang-kadang kurang teliti. Sengaja digunakan dalam arti itu, untuk membedakan dari "tradisi resmi" yang merupakan penduduk wahyu dan sumber Injil tertulis, sebagaimana telah dibicarakan dalam fasal 10 tadi.