Sejarah Alkitab Indonesia

Ciri Usaha Pekabaran Injil

Bagikan ke Facebook

Dari Sejarah Alkitab Indonesia

Langsung ke: navigasi, cari
Sejarah Gereja di Indonesia
Sejarah Alkitab Daerah di Indonesia



Akan tetapi pengkristenan yang luar biasa cepatnya dan luasnya itu mempunyai sebab-sebab yang lebih dalam daripada apa yang sudah dibentangkan di atas. Usaha Pekabaran Injil yang berlaku di situ mempunyai keistimewaannya sendiri. Pertama-tama kita menekankan, bahwa sejak permulaannya usaha Pekabaran Injil di Tapanuli terlaksana atas dasar kerja sama dan menurut suatu rencana yang tetap. Sudah dicatat di atas, bahwa permulaannya ialah diadakannya suatu konperensi para Pekabar Injil di Sipirok. Mereka sepakat di dalam segala langkah-langkah mereka. Bukan seperti di dalam daerah-daerah yang lain, bahwa para Pekabar Injil menjalankan ikhtiarnya masing-masing, melainkan usaha mereka di situ terjadi dengan kata sepakat. Tambahan pula perhimpunan RMG di Jerman memberikan dukungan sepenuhnya untuk melaksanakan pengkristenan di Tapanuli sebagaimana mestinya. Boleh dikatakan, bahwa sampai tahun 1914 jumlah pekabar Injil yang diutus ke situ sangat besar jika dibandingkan dengan jumlah di daerah-daerah lain.

Akan tetapi keuntungan yang paling besar ialah pekerjaan dan pimpinan yang dilaksanakan oleh seorang pekabar Injil yang paling besar di dalam lapangan Pekabaran Injil pada abad itu, yakni L.I. Nommensen.

Ia lahir pada perbatasan sebelah utara Jerman pada tahun terbunuhnya kedua pekabar Injil di Tapanuli, yaitu 1834. Asalnya dari keluarga yang sangat miskin, sehingga ketika masih kecil Nommensen terpaksa mencari nafkahnya sendiri. Pada usia 12 tahun, sedang ia sakit keras oleh karena lumpuh kaki-kakinya, maka ia bernazar untuk membawa Injil kepada orang-orang kafir jika Allah mau menyembuhkan penyakitnya itu. Ia mengalami dikabulkannya permohonannya itu, dan dengan sangat rajin ia menyiapkan diri untuk memenuhi janjinya tadi. RMG memberikan pendidikan kepadanya serta mengutusnya pada tahun 1861. Pemerintah Belanda mengizinkan dia tinggal hanya di daerah yang didudukinya, sehingga Nommensen memilih Baros, tempat Van der Tuuk dahulu. Ia bermaksud untuk masuk ke pedalaman dari Baros, akan tetapi usahanya gagal. Kemudian ia di Tapanuli Selatan, beserta dengan para pekabar Injil yang lain. Tetapi pada tahun 1864 ia memberanikan diri masuk ke daerah Silindung. Sangat pahit pengalamannya di situ. Hampir tak tertahan olehnya tindakan-tindakan orang-orang Batak yang selalu mengganggu dia seperti juga halnya terhadap orang-orang Kristen Batak yang pertama. Di Huta Dame (Kampung Damai) ia mengumpulkan jemaat yang pertama, yang berdekatan dengan Saitnihuta, suatu pasar yang penting di daerah itu. Pada tahun 1873 ia mendirikan gedung Gereja, sekolah dan rumahnya sendiri di Pearaja, yang letaknya di tepi lereng sawah-sawah Silindung itu. Di situlah menetap pusat Gereja Batak sampai sekarang ini.

COLLECTIE TROPENMUSEUM Portret van een Batakse predikant van de Rijnsche Zending Residentie Tapanoeli TMnr 10000622.jpg

Akan tetapi pada saat diperluanya daerah pengkristenan ke sebelah Utara, maka Nommensen sendiri berpindah ke pantai danau Toba, ke kampung Sigumpar, untuk merintis jalan di situ. Di situ ia menetap sejak tahun 1891 sampai waktu ajalnya pada tahun 1918.

Nommensen bukan saja merupakan perintis yang berani dan tahan uji, ia juga memimpin usaha pengkristenan itu secara bijaksana dan dengan perspektif yang luas. Sudah pada tahun 1881 ia ditetapkan oleh pusat RMG menjadi "Ephorus" atas segala usaha Pekabaran Injil itu. Gelarnya itu, yang artinya sebenarnya tidak lain daripada "pengawas," masih berlaku di gereja itu sampai sekarang ini untuk menyebut ketuanya. Kemudian pada ulang tahunnya ke-70 maka Universitas Bonn memberikan gelar Doktor kehormatan kepadanya.

Beraneka warnalah pekerjaan dan pengaruh Nommensen. Antara lain ia menterjemahkan PB ke dalam bahasa Toba, mangarang dan menerbitkan cerita-cerita dari PL, dan mengumpulkan dongeng serta cerita-cerita Batak. Akan tetapi matanya terbuka juga terhadap keadaan yang sulit yang diderita oleh masyarakat di sekitarnya. Ia memikirkan perbaikan pertanian, peternakan, bahkan dialah yang mengajar orang-orang untuk membuat gilingan-gilingan beras yang sederhana, supaya kaum wanita dibebaskan dari pekerjaannya yang berat menumbuk beras pagi-pagi. Terutama nasib hamba-hamba mendapat perhatiannya. Biasanya mereka itu diperhambakan oleh sebab utangnya, yang tak terbayar berhubung dengan bunga-bunganya yang sangat tinggi. Ia berpendapat, bahwa kebiasaan yang kurang adil itu harus dirobah supaya perhambaan dapat lenyap. Oleh karena itu ia mengumpulkan suatu modal uang di Belanda, yang dapat dipinjamkan kepada orang-orang miskin dengan bunga yang jauh lebih rendah. Hal itu menjadi jalan yang bermanfaat untuk memperbaiki keadaan yang sangat jelek itu. Pun pasar-pasar merupakan suatu sumber kesulitan, oleh karena pasar-pasar diadakan tiap-tiap 4 hari sekali. Ia mencapai persetujuan dengan raja-raja untuk mengadakan pasar-pasar hanya pada tiap hari ke-7 saja, sehingga perayaan hari minggu menurut kekristenan dapat dilaksanakan dengan gampang. Ia juga berusaha mendapat jalan-jalan yang baik untuk menghubungkan daerah-daerah itu satu sama lain. Perhatiannya untuk mendirikan sekolah sangatlah besar. Ada ucapannya yang berbunyi sebagai berikut: "Jikalau kita menabur kerohanian saja, tak mungkin kita menuai manusia segenapnya." Artinya: Gereja tak dapat berdiri sendiri di dalam suatu masyarakat yang terlantar secara materi. Dengan tegas ia mendesak orang-orang Kristen, supaya mereka sendiri membangunkan gedung-gedung gereja dan sekolah, dengan tidak mengharapkan sumbangan apapun dari pihak lain. Memang, gedung-gedung itu sederhana saja rupanya, tidak indah dan tidak dibangun dengan bahan-bahan yang mahal. Pendidikan pun harus dibiayai oleh mereka sendiri. Ia berpendapat bahwa suatu pendidikan guru atau pendeta yang berdiri sendiri.

Pada pihak lain Nommensen tidak segan-segan menerima subsidi-subsidi dari pihak pemerintah. Bukankah itu sudah dinubuatkan oleh nabi (Yesaya 49:23), bahwa: "raja-raja akan merawati engkau serta para permaisuri akan mengasuh engkau?" Sebenarnya tujuan Nommensen ialah perkembangan Gereja semata-mata, akan tetapi tujuan itu sedapat-dapatnya dibayangkan secara luas, bukan secara picik. Ia berpendapat, bahwa pada waktu itu sudah tiba "tahun karunia Tuhan" (Lukas 4:19) atas suku-suku Batak; dan waktu yang teristimewa itu sedapat-dapatnya harus dipergunakan. Kadang-kadang muncullah kekuatiran di antara para pekabar Injil, yang mengingat perkembangan dan pengluasan yang berikut itu. Mereka kuatir bahwa gerakan itu akan berlangsung secara lahir saja dengan tidak ada kebatinannya. Mereka hendak membatasi pengluasan itu serta mencurahkan perhatiannya kepada kepribadian masing-masing orang. Akan tetapi Nommensen yakin, bahwa pada saat itu mereka bertugas "bukan untuk memancing melainkan untuk menjala." Memang, justru oleh karena itu ia selalu menekankan betapa perlunya untuk mendirikan banyak setasi di seluruh daerah, supaya mereka yang tertangkap dengan jala itu dapat dipelihara dengan semestinya. Dalam segala usaha itu Nommensen menganggap perlu adanya pekerja-pkerja yang asalnya dari suku itu sendiri. Oleh sebab itu sejak permulaannya ia selalu mendesak untuk mendidik mereka. Dapatlah dimengerti bahwa benar-benar Nommensen disebut "rasul Batak". Dialah pokok segala sesuatu yang sudah berkembang di daerah Batak. Demikian Warneck yang telah mengarang riwayatnya.


Catatan: dialihaksarakan ke ejaan baru oleh SABDA
Bibliografi
Artikel ini diambil dari:
Kruger, Dr. Th. Muller. 1966. Sejarah Gereja di Indonesia. Badan Penerbitan Kristen-Djakarta.
kembali ke atas