Sejarah Alkitab Indonesia

Ingat dan Mythos

Bagikan ke Facebook

Dari Sejarah Alkitab Indonesia

Langsung ke: navigasi, cari
Buku Hijau
Sejarah Alkitab di Indonesia
Sejarah Alkitab Daerah Indonesia
Sejarah Alkitab di Luar Indonesia
Biblika
Doktrin Alkitab
Pengantar dan Garis Besar Kitab
Studi Kata Alkitab



Daftar isi

Ingat

Kata yang biasa saja seperti ingat serta turunannya (mengingat, memperingat, peringatan) dalam bahasa Alkitab mendapat arti yang khas. Memang kerapkali kata Hibrani yang diterjemahkan dengan "ingat", yaitu "zakar" (zeker, azkarah) dan kata Yunaninya (mimneskomai, mneme, mnemoneuo, anamnesis) lebih kurang searti dengan kata Indonesia "ingat". Dan atas dasar ini tentu saja tak perlu diuraikan secara khas. Tetapi kata itu dalam Alkitab mendapat arti keagamaan yang istimewa. Makna ini dalam bahasa profan hampir tidak ada atau sama sekali tidak diketemukan. Tetapi justru makna baru itulah yang penting baik untuk memahami Kitab Suci maupun untuk mengerti ibadah Yahudi dan ibadah Kristen yang berupa "peringatan". Dalam bahasa Alkitab "ingat", "mengingat", "memperingat", "peringatan" tidak hanya berarti: dengan daya akal tertentu mengembalikan ke dalam kesadaran apa yang dahulu pernah dialami atau diketahui. Makna perkataan itu dalam Kitab Suci jauh lebih mendalam.

Allah yang ingat

Tentang Allah dikatakan bahwa Ia "ingat" akan manusia dan akan umatNya Israil (Kej 8:1; Mzm 106:4; 74:2; 115:2; 89, 49, 51). Ini tidak berarti bahwa Allah pernah "lupa" tetapi bahwa Ia sekarang datang menolong dan menyelamatkan. Sipenyamun yang disalibkan bersama dengan Yesus bermohon kepadaNya supaya Yesus nanti "ingat" akan dia (Luk 23:42). Dengan demikian orang malang itu mengucapkan kepercayaannya akan Yesus yang sanggup menolong dan menyelamatkannya. Jika dikatakan bahwa Allah tidak "teringat" lagi akan orang-orang yang meninggal (Mzm 88:6) maka artinya ialah: orang-orang mati (dalam pratala) tak tertolong lagi dan terpisah sama sekali dari Allah. Dan justru itulah kengerian kematian dalam pandangan orang-orang Israil dahulu. Apabila "teringat" akan perjanjian, janjiNya atau sumpahNya kepada nenek-moyang (Peng 2:24; 6:5; Mzm 105:8, 42; 106:45; 115:5; Luk 1, 72:54-55) maka perjanjian, janji dan sumpah itu terlaksana olehNya. Ia menolong dan menyelamatkan. Sebaliknya jika Allah teringat akan dosa manusia, niscaya hukuman dijatuhkanNya (Mzm 74:18, 22; 109:14-15). Jadi "ingatan Allah" adalah kuat dan berdaya.

Manusia yang ingat akan Allah

Manusia dan umat Allah juga dapat "ingat" akan Tuhan (Ul 8:8; Hak 8:34; Yes 57:11; 64:4; Yer 51:50). Ini pun tidak berarti bahwa orang pernah lupa akan Allah dan menjadi ateis. Manusia yang ingat akan Tuhan adalah orang yang taat dan patuh kepadaNya serta percaya pada Allah. Mzm 22:28 mengatakan bahwa "segenap ujung bumi akan mengingat/mengenangkan Allah. Artinya: semua akan bersembah sujud kepadaNya serta percaya akan Allahnya Israel. Karena itu "ingat akan Allah" dapat berarti: bertobat kepadaNya (Mzm 22:28). Orang-orang Kristen yang "ingat akan Yesus" (2Tim 2:8) menyatakan imannya akan Tuhan. Maka itu ingat akan Allah tidak berarti mengembalikanNya ke dalam kesadaran. Sebaliknya apa yang teringat itu berdaya dan mendorong manusia untuk berbuat sesuatu. Peringatan akan Allah mewajibkan.

Mengingatkan/memperingatkan (nama) Allah kerap kali mempunyai makna liturgis. Perkaranya ialah dalam ibadah menyerukan, memuji, menyembah dan mengakui (nama) Allah (Mzm 30:5; 97:12; 45:18; 6:6). Mungkin sekali bahwa judul beberapa mazmur "Untuk peringatan" (Mzm 38; 70) menyatakan bahwa lagu itu adalah suatu lagu pujian dan pengakuan dalam ibadah.

Manusia juga dapat "ingat" akan sesamanya di depan Allah (1Tes 1:2; 13) Ini berarti bahwa orang mendoakan saudaranya. Tentang doa dan sedekah Kornelius dikatakan bahwa "naik menjadi peringatan di hadapan Allah" (Kis 10, 4). Maksudnya ialah: doa dan sedekah itu disebutkan di depan Allah (oleh makhluk surgawi) dan begitu didengarkan oleh Tuhan.

Ingat ialah mewartakan

Ingat/mengingat/memperingatkan dapat berarti juga: mewartakan dan merayakan (Mzm 71:16: peradilanMu melulu yang kuingat: ialah kuwartakan/kumahsyurkan). Pewartaan itu kerap kali berlangsung dalam ibadah. Bahkan "mengingat" itu tak perlu terjadi hanya dengan perkataan saja; sebaliknya upacara sendiri merupakan suatu "peringatan" dengan arti mewartakan, memahsyurkan. Perayaan Paskah adalah suatu: peringatan" (Peng 12:14). Perayaan itu tidak hanya "ingat" akan peristiwa yang pernah terjadi di jaman dahulu, melainkan juga mewartakan peristiwa itu sebagai sesuatu yang sekarang masih berlangsung terus. Peringatan liturgis itu adalah berdaya dan kuat untuk mengaktualisasikan peristiwa dari jaman dahulu sehingga kembali menjadi efektif. Penebusan dari perbudakan di negeri Mesir dan perjanjian yang diikat di gunung Sinai bukanlah peristiwa yang sudah-sudah, melainkan dalam ibadah berlangsung terus. Ibadah itu dengan upacaranya menghadirkan peristiwa itu untuk umat yang tengah merayakan peringatannya. Peristiwa itu kembali dialami dan dihayati oleh umat berkat ibadahnya. Karena itu peringatan itu sekaligus menjadi upacara syukur dan pujian kepada Allah karena karya penyelamatanNya. Tentang roh Kudus dikatakan (Yoh 14:26) bahwa Ia akan "memperingatkan" para rasul segala-galanya yang telah dikatakan oleh Yesus. Ini tidak (hanya) berarti bahwa para rasul "teringat" akan wejangan dan perkataan Yesus dahulu. Sebaliknya maksudnya ialah: Roh Kudus dengan perantaraan para rasul akan terus mengajar dan mewartakan sabda Yesus itu. Perkataan Yesus tidaklah mati dan hilang lenyap dalam sejarah. Sebaliknya sabdaNya berkat Roh Kudus terus dan tetap aktuil dalam umat dan diwartakan kepada para pendengar. Tidak ada bedanya dengan orang yang mendengar Yesus waktu hidup di dunia sini. Timoteus dikirim oleh Paulus kepada umat di Korintos untuk "memperingatkan" kepada mereka jalan Paulus dalam Kristus, sebagaimana ia mengajarkannya di mana-mana (1Kor 4:17). Jadi Timoteus ditugaskan untuk mewartakan Paulus sebagai rasul Yesus dan injilnya kepada umat di Korintos.

Begitu juga menurut Mar 14:9. Wanita yang mengurapi Yesus sebagai persiapan (ramalan) bagi penguburanNya akan diceritakan perbuatannya kelak sebagai "peringatan akan dia". Jadi wanita ini berkat "peringatan akan dia" sendiri masuk ke dalam pewartaan Injil.

"Peringatan akan Yesus"

Tentang Ekaristi dikatakan bahwa dirayakan menjadi "peringatan (anamnesis) Yesus" (1Kor 11:24, 25). Di sini bergabunglah beberapa arti yang disebut di atas. Ekaristi memang "mengingatkan Yesus, tetapi tidak hanya sebagai Yesus yang pernah hidup dahulu. Yang "diingat" diingat sebagai yang sekarang ada bagi umat yang merayakan Ekaristi. Dan Yesus yang "diingat" demikian ialah Yesus seluruhnya, seluruh kehidupanNya yang memuncak dalam sengsara, wafatNya dan kemuliaanNya. Yesus itu "dipuji" (bdk. Mar 14:26), tegasnya Allah dipuji karena apa yang dikerjakanNya dalam diri Yesus. Yesus itu diakui dan diwartakan sebagai penyelamat (1Kor 11:26). Sebagaimana umat Allah dahulu dalam perayaan Paskah "mengingatkan" karya penyelamatan Allah yang sekarang masih juga berlangsung terus, demikian umat Allah yang baru merayakan dalam Ekaristi karya penyelamatan Allah dalam diri Kristus yang kembali menjadi aktuil dan efektip. Itu dialami, dipuji, diwartakan dan disyukuri sampai Ia datang kelak.

Mythos

Artikata

Asal kata Yunani "Mythos" tidak diketahui dengan pasti. Dalam bahasa sehari-hari dewasa ini kata "Mythos" mempunyai arti yang kurang baik. Mythos dipertentangkan dengan "sejarah" dan dianggap cerita dongeng belaka, khayalan yang tidak mengandung kebenaran sedikitpun. Dengan arti kata sedemikian "mythos" juga diketemukan dalam Perjanjian Baru (1Tim 1:4; 1Tim 2:16; 2Ptr 1:16).

Tetapi dalam ilmu pengetahuan (ilmu bangsa, ilmu perbandingan agama, filsafat) istilah "mythos" tidak mempunyai arti menghina, tetapi mendapat makna yang positip sekali. Dalam ilmu-ilmu itu "mythos" menunjukkan suatu alam pikiran tertentu dan suatu cara khas untuk mengungkapkan pikiran manusia. "Mythos" dan "sejarah" tidak ada sangkutpautnya satu sama lain. Kedua-duanya bergerak di bidang dan di dalam alam pikirannya sendiri. Karena itu tidak mestinya "mythos" diperlawankan dengan "sejarah". Mythos akhirnya merupakan suatu usaha manusia untuk mengungkapkan atau (dan) menerangkan realitas yang dihadapinya. Dalam pengalaman manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia di sekitarnya ada banyak hal yang merupakan teka-teki baginya. Maka pengalaman umum diungkapkan dan dicari keterangannya. Diterangkan misalnya asal-usul jagat raya dan bangsa manusia; diterangkan pula apa sebab maka makhluk-makhluk adalah sebegitu banyak dan berbeda; diterangkan gejala-gejala di dalam alam, seperti peredaran musim-musim, gemuruh dan matapetir; diterangkan gejala-gejala aneh di lingkungan manusia, misalnya salah satu gunung yang ganjil bentuk dan bangunannya, salah satu danau yang menarik perhatian. Terutama manusia sendiri adalah teka-teki bagi manusia. Maka diungkapkan apa yang diinginkan dan diidam-idamkan atau diterangkan misalnya mengapa manusia ingin hidup terus dan mengejar hidup baka; mengapa ta cenderung kepada apa yang dianggapnya buruk dan mengapa ia tetap mengusahakan yang baik. Pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan serta keterangan-keterangan yang diberikan itu diungkapkan dengan pertolongan macam-macam lambang yang kerap kali berupa cerita yang rupa-rupanya sejarah dan ditempatkan di jaman dahulu atau di dunia "atas". Dalam ceritera-ceritera semacam itu akal, khayal, hati dan emosi memberikan sumbangannya sendiri. Demikian muncul ceritera tentang kejadian dewata dan jagat raya, tentang kejadian alam semesta dan manusia; ceritera tentang asal usul salah satu bangsa atau suku; ceritera tentang mengapa manusia condong kepada yang buruk dan mengapa ia harus mati meskipun mengejar hidup baka; ceritera tentang mengapa musim-musim bergilirganti dan sebagainya. Mythos yang mencoba menerangkan sesuatu dinamakan "mythos" berupa aetiologia (aetios=sebab).

Mythos semacam itu tak perlu keliru dan tak perlu benar. Ini seluruhnya tergantung pada benar tidaknya gagasan dan keterangan yang diungkapkan oleh mythos itu. Hanya banyak mythos ternyata tidak benar akibat kemajuan ilmu pengetahuan yang berhasil menerangkan banyak gejala-gejala secara lain.

Ciri khas dari setiap mythos ialah bahwa adalah ciptaan manusia. Manusia sendirilah yang berpikir dan mengusahakan keterangan terhadap realitas yang dihadapinya, lalu diungkapkannya dengan jalannya sendiri. Mythos tak pernah datang dari luar atau disampaikan dari luar kepada manusia. Mythos selalu datang dari dalam diri manusia (Kolektip tentunya!) sendiri berdasarkan pengalamannya terhadap realitas di dalam dan di luar manusia.

Mythos dan Alkitab

Adakah dalam Alkitab diketemukan "mythos"? Di sini harus dibedakan baik-baik. Dalam hal ajaran Alkitab, jadi dalam hal-hal yang sungguh-sungguh mau diajarkan dan dibenarkan oleh Kitab Suci "mythos" yang sebenarnya tak mungkin sama sekali. setidak-tidaknya bagi orang yang percaya akan Alkitab sebagai sabda Allah. Sebab menurut keyakinan Alkitab dan keyakinan orang beriman maka keterangan-keterangan yang diberikan Kitab Suci tidaklah berasal dari manusia melainkan dari luar manusia, yakni dari Allah, meskipun mungkin lewat pikiran manusia. Jadi ciri khas setiap mythos sebagai seluruhnya ciptaan manusia tidak ada sama sekali. Akan tetapi dalam menyajikan ajaran dan keterangannya sendiri boleh jadi Alkitab menggunakan mythos-mythos atau pelbagai unsur mythologis. Dan ternyata demikian terjadi juga. Mythos (dan unsur-unsur mythologis) adalah merupakan pembungkusan ajaran Kitab Suci dan dapat dipakai sabagai alat (boleh jadi pengarang suci sendiri sebagai manusia percaya akan seluruh mythos itu). Demikian misalnya dalam ceritera tentang kejadian dunia (Kej 1), atau keadaan serta kesalahan umat manusia semula Kej 2-2) dipergunakan pelbagai unsur mythologis yang mirip dengan mythos-mythos pada bangsa-bangsa tetangga Israil. Cerita tentang airbah (Kej 6:1-:17), atau menara Babel (Kej 11:1-9) memang aselinya suatu mythos belaka. Tetapi oleh Kitab Suci dipergunakan untuk mengemukakan ajarannya dan keterangannya sendiri. Begitu pula cerita tentang runtuhnya Sodom dan Gomora (Kej 19) adalah bersifat mythologis sebagai keterangan terjadinya Laut Asin. Tetapi bukan itulah yang mau diterangkan atau diajarkan Kitab Suci. Masih banyak unsur mythologis semacam itu diketemukan dalam Alkitab, misalnya unsur dari mythos-mithos tentang penciptaan dalam Yes 27:1; 51:9; 1Yoh 3:8; 7:12; 9:13; 26:12; Mzm 74:13-14; 89, 11. Tetapi jelas pula bahwa di sini unsur-unsur itu sudah menjadi alat kesusasteraan belaka. Dalam Perjanjian Baru pun masih terdapat unsur mythologis. Misalnya Kristus yang naik melintasi segala patala langit (Ef 4:8-9) dan menaklukkan kuasa-kuasa ajaib di udara (Ef 1:21; 6:12). Demikianpun halnya Kristus yang "turun" ke pratala (1Ptr 3:19-20).

Tak perlu kiranya ditekankan bahwa unsur-unsur dan bahasa mythologis semacam itu boleh diganti dengan bahasa dan gagasan lain tanpa merugikan sedikit pun ajaran dan isi Alkitab. Bahkan perlu diganti jika bahasa dan unsur itu hanya menimbulkan salah paham dan menyesatkan orang yang tidak lagi (dan kita semua adalah begitu) mengerti maksud sebenarnya. Dan sejauh itu memang perlu juga Alkitab "dientmithologisir", artinya bahasa dan jalan pikiran mythologis "diterjemahkan" dalam bahasa dan jalan pikiran yang dewasa ini dipakai.


Catatan: dialihaksarakan ke ejaan baru oleh SABDA
Artikel ini diambil dari:
Judul belum diketahui, tapi kami menyebutnya sebagai buku hijau.
kembali ke atas